
JAYAPURA, PapuaSatu.com – Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Papua, Willem Wandik S.Sos menyatakan mendukung dan mengawal program pembangunan permukiman transmigrasi untuk suku Marind dan Yeinam yang dilakukan PT. Inter Nusa Jaya Sejahtera dengan sistem transmigrasi bentuk kemitraan plasma di Distrik Ulilin dan Distrik Elekobel Kabupaten Merauke.
Dukungan yang disampaikan politisi Partai Demokrat ini karena memiliki penilaian tersendiri terkait sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh warga transmigrasi, termasuk penanaman sawit di daerah Kabupaten Merauke.
Dimana sejak tiga bulan lalu mengunjungi daerah tersebut, melihat fakta menarik pertama bahwa kehidupan warga transmigrasi jauh lebih baik dibandingkan kondisi ekonomi warga lokal/pribumi..
“Mereka mampu membangun rumah permanen, mendirikan berbagai usaha, dan terlihat lebih makmur dibandingkan kebanyakan penduduk lokal. Ada yang menarik, penduduk lokal sejatinya ingin merasakan kemajuan yang sama seperti yang di alami oleh penduduk trans,” kata Willem Wandik dalam press releasenya yang diterima PapuaSatu.com, Senin (19/10/2018).
Willem Wandik mencontohkan, orang-orang lokal yang dahululu suka berkebun yang kemudian tertarik untuk mendirikan sawah, karena melihat warga trans hidup makmur dan tidak kekurangan pangan. Hal itu terjadi karena telah memilih lahan perawahan.
Hanya saja, yang menjadi persoalan bahwa untuk mencetak sawah, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.Dimana pengakuan Penyuluh Pertanian bahwa pencetakan sawah itu harus di programkan oleh Pemerintah.
Namun sangat disayangkan sebagian besar penerima sasaran program pembangunan sawah, adalah warga transmigrasi, bukan penduduk lokal. “Disini terlihat jelas keberpihakan regulasi dan program Pemerintah, tidak berpihak pada pensejahteraan warga lokal,” tukasnya.
“Yang menjadi pertanyaan, bagaimana bisa warga lokal terbebas dari jeratan kemiskinan?. Kalau cetakan sawah sudah dibentuk, para petani juga membutuhkan pengairan/irigasi, apalagi ketika berhadapan dengan kontur tanah yang jauh lebih tinggi dibandingkan badan sungai, akan lebih sulit untuk mengairi sawah, sibandingkan sawah sawah yang sudah tersedia irigasinya,” tuturnya.
Lebih lanjut dismapaikan Willem Wandik bahwa Fakta dilapangan cukup mengejutkan, yang mana sebagian besar peruntukan program pembangunan irigasi, menyasar para warga trans yang sudah lama bermukim di daerah daerah yang dikhususkan untuk pertanian sawah.
Sementara orang orang lokal/pribumi tidak pernah mendapatkan bantuan pembangunan Irigasi dari pemerintah. Bahkan ketika memasuki musim tanam, ternyata unsur terpenting yang dibutuhkan oleh para petani adalah bibit dan pupuk yang murah.
“faktanya, program bantuan pupuk dan bibit murah, selama ini hanya dapat diakses oleh kelompok tani di daerah trans dibandingkan masyarakat lokal/pribumi,” paparnya.
Bahkan suatu ketika seseorang ingin membeli beberapa kilogram pupuk subsidi di daerah, Willem Wandi menuturkan bahwa menurut pengakuan petani, pembelian pupuk tersebut sangat sulit untuk diperoleh, sebab setiap kelompok tani sudah mendapatkan jatah sehingga untuk membelinya harus membeli dengan harga yang jauh lebih mahal.
“Saya berkesimpulan dari sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh penduduk lokal versus sejuta kemudahan yang diterima oleh warga transmigrasi adalah, orang orang miskin dan bahkan tidak berpendidikan dari pulau Jawa di datangkan ke daerah daerah tujuan transmigrasi, termasuk di Tanah Papua,” katanya.
Dengan pendidikan tidak ada, mereka dibekali dengan pendidikan dan pelatihan vokasional, lalu diberi bantuan program, subsidi barang, dan bahkan kemudahan dari perbankan. “Inilah yang menjadi alasan pembeda, mengapa orang orang trans lebih maju dibandingkan orang lokal, sebab negara dan sistem ekonomi perbankan jauh lebih peduli terhadap keadaan ekonomi warga trans dibandingkan warga lokal/pribumi,” paparnya. [loy]