JAYAPURA, PapuaSatu.com – Meski kehadiran berbagai obat alternative dalam pengobatan pasien pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) sejak lama terus bermunculan, kehadiran Puertier Stimcell atau dikenal juga dengan cell punca menyedot perhatian berbagai pihak.
Kali ini sorotan muncul dari berbagai pihak, diantaranya, Ikatan Dokter Indonesia Cabang Kota Jayapura, balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jayapura, LSM maupun dari unsur pemerintah.
Diungkapkan Drs. Buyung,Apt (Kabid Penindakan, Balai Besar POM di Jayapura), bahwa ada dua produk yang Purtier yang beredar, yaitu Purtier dan Purtier Placenta Stemcell.
Dikatakan, untuk Purtier Placenta yang banyak beredar di masyarakat, terutama para Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), hingga berita ini diturukan masih belum ada ijin edar di Indonesia, karena belum diregister.
Dan yang sudah mendapatkan ijin edar adalah Purtier. ”Itu suplemen untuk menambah daya tahan tubuh dan mempercepat penyembuhan,” ungkapnya kepada wartawan di Jayapura, Kamis (9/5/2019).
Karena itu, pihak Balai Besar POM di Jayapura akan berkoordinasi dengan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Papua, untuk melakukan penarikan produk Purtier Placenta yang belum teregister.
“Kalau ada yang menyatakan suplemen ini menyembuhkan suatu penyakit, itu tidak bisa diterima kalau belum ada bukti-bukti ilmiah,” jelasnya.
Di kesempatan sama, Robert N. Sihombing (Pegiat HIV-Jayapura Support Group), selaku pemerhati yang juga selalu melakukan pendampingan ODHA dalam pemakaian ARV sejak Tahun 2001, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengumpulkan 15 butir Purtier Placenta yang beredar di wilayah Kabupaten Jayapura.
“Di lapangan kita temukan ada pergerakan yang meningalkan ARV dengan menggunakan suplemen. Ini konsen kita,” ungkapnya.
Hal itu menjadi perhatian serius pihaknya selaku LSM yang melakukan pendampingan ODHA, karena diyakini bahwa ARV adalah satu-satunya obat untuk menekan virus HIV.
Dikatakan, bahwa gerakan meningalkan ARV tersebut akibat ada stimulasi yang diikuti dengan santunan, janji-janji, dan lain sebagainya.
“Inilah yang merugikan. Dan kalau ini terjadi, harusnya pemerintah, dan kalau dia dokter harusnya IDI turun tangan,” harapnya.
Informasi yang didapatnya menyebutkan, bahwa ada satu pengguna suplemen tersebut yang meninggal dunia karena meninggalkan ARV. Meski informasinya belum dipastikan karena keberadaan yang bersangkutan di Jakarta.
Data yang dimilikinya, ada 15 orang ODHA yang mengkonsumsi Purtier Stemcell dan meninggalkan ARV, yang dominan tinggal di Kabupaten Jayapura.
Selaku LSM mencermati kondisi yang ada, bahkan sudah tersebar luas di media social, pihaknya menginginkan, harusnya pemerintah, terutama dari Balai POM maupun Ikatan Dokter Indonesia (IDI), untuk menginvestigasi.
“Karena isunya adalah, pelakunya adalah dari tenaga kesehatan. Tetapi memang kalau itu dimintakan sebuah laporan, kami akan memberikan laporan itu kepada IDI tentunya, dan kami juga akan mempertimbangkan untuk memberikan laporan ke Balai POM tentang tipikal obat dan lain sebagainya,” ungkapnya
Sementara itu, dr. Samuel M. Baso,Sp.PD (Ketua IDI Kota Jayapura) menyatakan sudah mengetahui soal peredaran Purtier Stemcell yang juga dipromosikan oleh salah seorang berprofesi sebagai dokter, yaitu dr. Jhon Manangsang.
“Harus ada pengaduan dari masyarakat baru kita investigasi. Kalau dia bersalah kita hukum sesaui kode etik kedokteran. Kalau tidak ada pengaduan tidak bisa, harus ada surat resmi,” ungkapnya.
Pihak Balai POM pun menyatakan akan berupaya menarik produk Purtier Placenta yang belum teregister tanpa menunggu ada pengaduan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai mengungkapkan bahwa terkait masalah tersebut, pihaknya berpatokan pada peraturan yang ada, baik dari organisasi kesehatan dunia atau WHO, maupun dari Kementerian Kesehatan RI.
Dan apabila hal itu adalah sebuah pelanggaran kode etik ataupun produk yang tidak teregistrasi, sudah diatur langkah-langkah sanksi ataupun penyelesaian.
“Karena kami Dinas kesehatan itu jelas sekali dengan standar, dari WHO ditambah tiga produk peraturan dari Kementerian Kesehatan RI mengenai penanganan penderita HIV atau pengunaan ARV, kami tetap dasarnya itu,” jelasnya.
Kadinkes pun meminta Balai POM di Jayapura melakukan langkah-langkah dan melaporkan ke Dinkes untuk dapat ditindaklanjuti bersama-sama.
Dalam kesempatan tersebut, dari pihak Komisi Penangulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua, melalui Kepala Devisi Program dan Monev, dr. Anton Mote mengungkapkan bahwa peredaran produk Purtier yang beredar dari orang yang mengatasnamakan KPA Papua adalah sebagai tindakan oknum secara pribadi.
“Informasi yang selama ini beredar bahwa KPA juga menyetujui suplemen ini sebagai obat dan juga menggantikan ARV, saya pikir informasi ini tidak benar. Secara lembaga, secara legal dari KPA dan mewakili Pak Ketua umum, itu tidak pernah ada kesepakatan secara tertulis bahwa ada suplemen yang mau menggantikan,” tandasnya.
Ditegaskan pula, bahwa tidak dibenarkan apabila ada yang menyampaikan dengan mengatasnamakan KPA dan menyatakan bahwa KPA sudah memiliki program obat Purtier Placenta untuk memberantas HIV.
Disinggung apakah ada pertemuan internal KPA untuk mengambil kebijakan pembelian Purtier Stemcell, dr. Anton Mote menegaskan bahwa, di kepengurusan KPA yang baru dilantik Pada Bulan Desember 2018 oleg Gubernur, masih dalam tahap penataan organisasi secara kelembagaan maupun penataan ruangan kantor.
“Sebenarnya dalam masa beberapa bulan ini kami masih dalam roses penataan ruangan, kemudian organisasi, pelatihan-pelatihan penguatan manajemen. Secara jujur saya harus katakan bahwa tidak pernah ada rapat ataupun kesepakatan tertulis itu tidak pernah ada,” tandasnya lagi.
Ia pun menyayangkan terkait peredaran Stemcell yang ternyata berkembang dari rekan seprofesinya sebagai seorang dokter.
“Saya juga jadi kaget kalau ada Stimcell ada berkembang di luar, dan itu dari teman-teman medis juga,” ungkapnya.
Sehingga, dr. Anton Mote secara pribadi mempersalahkan kepada yang menyampaikan informasi kepada Ketua KPA Papua, Yan Matuan, kalau sampai disebut KPA merekomendasikan Stemcell untuk menggantikan ARV.[yat]