Caption Foto : STTP Provinsi Papua bersama kuasa hukum korban pelecehan seksual bocah 7 tahun ketika bertemu dengan Kepala BPPPA dan KB kota Jayapura di ruang kerjanya, Rabu (11/10/2017) kemarin. (Nius/PapuaSatu.com)
JAYAPURA, PapuaSatu.com – Organisasi Sang Torayan di Tanah Papua (STTP) bersama kuasa hukum korban pelecehan seksual bocah 7 tahun yang terjadi di kompleks perumahan kantor Walikota, kelurahan Asano distrik Abepura, 7 Oktober 2017 lalu mendatangi Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemkot Jayapura.
Kehadiran organisasi STPP dan kuasa korban ini untuk memberikan dukungan moril agar kasus pelecehan seksual yang terjadi kepada korban bisa dikawal sampai pada pemuihan hingga mendorong agar pelaku dapat diproses secara hukum sesuai aturan yang berlaku.
“Kami datang ke Kantor Walikota Jayapura untuk meminta dukungan Moril dari Kepala BPPPA dan KB, Betty Puy dan hasil pertemuan yang kami lakukan ditanggapi secara positif karena apa yang telah kami lakukan, Pemkot telah ikut mengambil bagian dalam penanganan korban kasus pelecehan seksual terhadap bocah tersebut,” kata Patrisius P.B.Randa SH.MH kepada PapuaSatu.com usai pertemuan.

Patrisius panggilan akrab Patrick ini menuturkan, pertemuan yang dilakukan Dengan Kepala BPP&PA menyebutkan bahwa penanganan kasus sesuai bidangnya bukan hanya dilakukan penanganan secara fisik tapi secara psikilogis menjadi tanggungjawab untuk harus ditangani. “Beliau siap memfasilitas proses ini sampai tuntas, bahkan sampai pelaku pelecehan seksual ditangkap dan diproses hukum,” tuturnya.
Ia berharap pelaku pelecehan seksual terhadap bocah 7 tahun tersebut dapat ditangkap dan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. “Kami akan terus mengawal kasus ini bersama organisasi STTP yang ada di tanah Papua,” katanya.
Patrick selaku kuasa hukum korban menyampaikan beberapa analisas hukum terhadap tindak pidana kasus pelecehan seksual terhadak bocah 7 tahun di Perumahan Walikota Abepura.
Dimana pertama, sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentan perubahan atas UU nomo 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat, serta mendapat perlindungan dari kekuasaan dan diskriminasi
Kedua, bahwa Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan hak anak. Dimana untuk menjamin pemenuhan hak anak Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dibidang penyelenggaraan perlindungan anak.
Oleh karena itu, tindak pidana pemerkosaan terhadap seorang anak yang terjadi pada tanggal 7 Oktober 2017, adalah sebuah tindak pidana yang amat sangat menciderai nilai kemanusiaan. Dimana korban yang baru berumur kurang lebih 7 tahun diculik dan diperkosa.
“ tidak hanya luka berat pada fisik korban, namun juga pada luka pada psikis korban yang dapat merusak masa depan korban. Tindak pidana ini tidak hanya melukai hati keluarga korban, namun juga pemerintah dan warga kota Jayapura yang tengah menggalakkan kota Jayapura sebagai kot layak anak,” katanya.
Dikatakannya, tindak pidana pemerkosaan ini, Primair melanggar ketentuan UU No.35 tahun Tahun 2014 Pasal 76 D yang unsur-unsurnya adalah : a. Setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan., b. Memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Juncto Pasal 81 UU No. 35 Tahun 2014, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,( Lima Miliar Rupiah) Subsidair Pasal 285 KUHP mengenai tindak pidana pemerkosaan, dengan ancaman Pidana penjara paling lama 12 tahun.

Hal yang sama disampaikan, Wakil Ketua Sang Torayan di Tanah Papua (STTP), Marten Lukas mengatakan, kehadiran organisasi STTP yang ada di tanah Papua ke Badan Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Kota Jayapura guna memberikan dukungan moril atas kasus pelecehan seksual terhadap seorang bocah berusia 7 tahun di kompleks perumahan kantor Walikota, kelurahan Asano distrik Abepura
“Kasus pelecehan seksual kemarin tidak melihat bahwa dia masyarakat Totaraja tapi kami datang ke Pemkot agar kasus ini bisa dikawal secara bersama-sama sampai prosesnya selesai,” katanya.
Iapun meminta agar pelaku pelecehan seksual dapat diproses hukum seberat-beratnya agar menjadi efek jerah bagi pelaku dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat lainnya, karena kasus ini sudah menjadi perbincangan secara nasional sehingga wajib diproses hukum pelakunya.
Sementara itu, kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan KB Pemerintah Kota Jayapura, Betty mengatakan, kasus pelecehan seksual yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota Jayapura melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak tetap mengawal kasus ini sampai tuntas.
“Kami terus melakukan penyuluhan di kelurahan Kota Jayapura agar kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah bisa teratasi. Namun yang paling terpenting keterlibatan pertama adalah keluarga memberikan rasa nyamaan kepada anak di keluarga,” katanya.
Ia menuturkan, kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur selalu ditutup tutupi sehingga, Pemerintah daerah Kota Jayapura melalu Badan Pemberdayaan Perempuan, perlindungan Anak dan KB merasa sulit untuk mengungkap.
Apalagi, kata dia, ketika melakukan sosialisasi di beberapa Kelurahan yang ada di Kota Jayapura sangat sedikir para remaja laki-laki untuk hadir. “sebenarnya kami ingin mendapat masukan dari kaum laki-laki dan juga kami bisa memberikan pemahaman untuk mencegah peristiwa yang terjadi selama ini di Kota Jayapura,” katanya.
Kendati demikian, ia meminta kepada STTP yang ada di Kota Jayapura untuk terus membantu Pemerintah dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat terhadap pencegahan daripada kasus pelecehan seksual yang terjadi selama ini. “Kami sudah ada beberapa LSM melakukan kerjasama untuk menumpang kami di lapangan nanti,” katanya.
Betty mengakui bahwa, beberapa kasus pelecehan seksual di Kota Jayapura terjadi karena dipengaruhi Minuman Keras. “Kami akan dorong supaay perilaku manusia di Kota Jayapura untuk bersama-sama memberantas kasus yang melawan hukum di bumi Port Numbay ini,” pungkasnya. (nius)