JAYAPURA, PapuaSatu.com – Ribuan masyarakat dan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Persatuan Rakyat (FPR) berunjukrasa di Kantor DPR Papua, Kamis (23/11/2017).
FPR dalam unjuk rasa tersebut meminta kepada seluruh anggota DPRP secepatnya menagmbil langkah untuk menutup PT Freeport Indonesia yang saat ini tengah beroperasi di Tembagapura, Mimika, Papua.
Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Cenderawasih (Uncen), Paskalis Boma dalam orasinya mengatakan, sejak PT Freeport beroperasi di tanah Papua sudah terjadi banyak sekali konflik kemanusiaan.
“Oleh karena itu kami minta Freeport ditutup dan kembalkan kedaulatan rakyat Amungsa demi mencegah konflik kemanusiaan yang terjadi sekitar areal PT Freeport Indonesia” tegasnya.
Paskalis Boma yang juga sebagai penanggung jawab umum aksi dalam membacakan pernyataan sikap FPR di dihadapan Ketua DPR Papua, Yunus Wonda didampingi beberapa anggota DPRP lainnya.
Tuntutan keduanya adalah FPR meminta untuk diberikannya akses bagi wartawan dan media internasional, demi objektifitas konflik di Tembagapura dan meminta TNI dan Polri untuk menghormati kode etik jurnalistik, demi berimbangnya informasi yang berkembang di Tembagapura, Freeport, Timika.
“Selain itu, FPR menganggap pemerintah Indonesia telah gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia yang nasibnya terabaikan di kawasan luar Papua, sehingga berdampak pada mobilisasi masyarakat Indonesia di Papua yang tidak terkontrol yang berujung pada ditemukan masyarakat ilegal di kawasan Tembagapura sebanyak 344 orang,” ujarnya.
Pernyataan sikap itu, selanjutnya diserahkan langsung kepada Ketua DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH bersama sejumlah anggota DPR Papua untuk ditindaklanjuti.
Hal senada dikatakan, Koordinator FPR, Samuel Womsiwor mengatakan, pihaknya mendesak PT Freeport ditutup, karena akar masalah di Papua adalah tambang emas yang beroperasi di Timika itu.
“Bapak dan ibu DPRP, Freeport ditutup itu tuntutan kami. Ini bukan aksi pertama dan terakhir. Kami juga menjadi korban, non Papua aparat TNI/Polri juga korban dari konflik berkepanjangan di Freeport,” tegas Samuel Womsiwor dalam orasinya.
Ketua BEM Uncen, Paskalis Boma dalam orasinya juga mengatakan, korban akibat kehadiran PT Freeport tidak hanya warga sipil, tapi juga aparat keamanan, karena sistem memaksa mereka harus berjaga di area tambang itu.
“Segera tutup Freeport. Freeport akar semua masalah di Papua. Kami tidak mungkin tinggal diam,” tandasnya.
Menurutnya, pihaknya meminta media internasional datang ke Papua, khususnya Freeport, karena orang asli Papua sudah tidak percaya pada media nasional.
Sementara Benyamin Gurik dari KNPI Kota Jayapura menegaskan, tuntutan pihaknya hanya satu, yakni tutup Freeport.
“Hari ini konspirasi antaran Amerika dengan Pemerintah Indonesia menindas kita semua, terutama orang Papua,” ketus Benyamin Gurik.
Menanggapi aspirasi itu Ketua DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH mengatakan siap menindaklanjuti aspirasi tersebut.
“Persoalan Freeport, kita tahu persis apa, dibalik itu siapa? dan mengapa? kami sudah tahu,” kata Yunus Wonda.
Yang jelas, tegas Yunus Wonda, DPR Papua memastikan akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti kasus itu, untuk mengetahui sejauhmana peristiwa yang terjadi di Tembagapura itu.
“Pernyataan sikap itu menjadi dasar bagi kami untuk menindaklanjuti membentuk pansus untuk mengetahui kejadian di sana,” jelasnya.
Yang jelas, kata Yunus Wonda, DPR Papua tidak pernah tinggal diam terhadap masalah itu, karena seluruh peristiwa yang terjadi di Tanah Papua tentu akan disampaikan ke pemerintah pusat.
Apalagi kata Yunus Wonda, ini menyangkut keselamatan orang asli Papua, untuk itu pihaknya terus mengingatkan dan menyampaikan kepada seluruh aparat yang ada di Tanah Papua.
“Semua hal bisa dilakukan, tapi harus tidak menghilangkan nyawa orang Papua. Itu komitmen kami dan kami pasti sama-sama dengan masyarakat Papua, terutama mahasiswa dan pemuda karena ini persoalan kemanusiaan, sehingga pembentukan pansus akan kami lakukan,” tandas Politisi Partai Demokrat ini.
Hanya saja, pihaknya mempertanyakan adanya banyak warga yang bisa masuk ke sana, padahal orang Papua saja tidak bisa masuk sembarangan ke daerah itu.
“Itu daerah steril karena kami beberapa kali masuk kesana, tapi masih ada orang luar bisa masuk ke sana. Kalau hari ini masyarakat harus keluar dari kampung mereka, kami pasti menyurat ke Pangdam dan Kapolda untuk mengembalikan rakyat pada alamnya supaya kembali ke aktifitas seperti biasa dan tidak hidup dalam tekanan dan ketakutan,” pungkasnya.
Sebelum masuk dan bertemu dengan Ketua berseta anggota DPR Papua, ribuan Pemuda dan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam FPR ini sempat menduduki taman Imbi Kota Jayapura. (Abe)