JAYAPURA, PapuaSatu.com – Banyak proyek pembangunan infrastruktur tahun anggaran 2018 di Provinsi Papua belum bisa dikerjakan karena kelompok kerja (Pokja) biro layanan pengadaan barang dan jasa belum melakukan tender.
Sekertaris daerah Provinsi Papua, TEA. Hery Dosinaen, S.IP MKP mengatakan kinerja biro layanan pengadaan barang dan jasa tidak bisa intervensi secara komprensif bisa meminta penjelasan dari pokja ULP terkait permasalahan tender proyek.
“Kita tidaa bisa mengintervensi, karena itu para pimpinan SKPD sebagai pengunaan anggaran di sana sebetulnya setelah penetapan DPRP sudah harus dilakukan secara proaktif,” kata Sekda Papua, Hery Dosinaen kepada wartawan di Jayapura, Kamis (16/8/2018).
Dikatakan, seluruh kegiatan itu dikaji dalam limit waktu sampai Desember, jika tidak bisa tender maka tetap di potong anggaran.
“Jadi, saya sudah tekankan 2 bulan yang lalu bahwa jangan pakai masalah untuk selesaikan masalah. Seperti dana DAK yang tidak bisa terpaksa harus kita potong, juga sumber dana lainnya yang terakomodir di SKPD – SKPD,” tegasnya.
Jika dana alokasi khusus (DAK) dikembalikan ke kas Negara karena tidak terpakai maka itu sebuah kerugian, bukan hanya di Papua tapi Provinsi lain di Indonesia.
“Yang jelas kami tidak bisa mentolelir bahwa dalam waktu bulan agustus atau beberapa bulan saja, tidak bisa kita yakinkan bahwa ini diselesaikan dengan baik,” ujarnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua, Djuli Mambaya, ST mengaku ada Rp. 50 miliar dana alokasi khusus (DAK) untuk pembangunan infrastruktur Provinsi Papua terpaksa dikembalikan ke kas Negara.
“Semua ini gara – gara pokja ULP yang terlambat tender termasuk proyek jalan dari Bolakme – Kelila – bokondini itu ada dana DAK terpaksa Rp 50 Miliar dikembalikan karena tidak bisa di pakai tahun 2018,” kata Djuli Mambaya.
Menurut Djuli, Pokja ULP jangan menutup mata dan telinga karena ini dana dari rakyat untuk rakyat sehingga harus percepat tender agar proses pembangunan ini berjalan.
“Saran saya dievaluasi pokja ULP supaya tidak terjadi keterlambatan tender lagi, karena ini sudah berulang kali selama 2 tahun. Bukan hanya dinas PUPR tapi ada juga dinas pertambangan, RSUD, Dinas Pertanian, Dinas P dan P sama kasus,” jelas Djuli.
Mambaya meminta kepada pokja ULP agar transparan kepada rakyat bahwa memang dana dari PUPR tapi tidak terproses di ULP. “Kalau memang dana itu tidak mau diproses karena ada masalah tidak perlu kasih ke dana itu ke PUPR Papua tapi kasih saja ke dinas yang membutuhkan,” ujarnya.
Dijelaskan, berkas dari dinas PUPR sudah masukan berkas ke ULP bulan 4 sebelum tender tapi sampai sekarang belum ada tender.
“Kita macam mengemis untuk percepat tender di ULP, nanti kalau kita bicara di bilang intervesi lagi, Saya merasa dirugikan, saya selalu didatangi masyarakat Papua bertanya kenapa proyek – proyek tidak jalan, saya mau bilang apa, bukan saya yang masak karena pokja ULP yang masak semua itu, kalau saya yang masak berarti sudah di nikmati dari bulan januari,” ujarnya. [piet/loy]