JAYAPURA, PapuaSatu.com – Puluhan pengusahan perkayuan Papua dan pemilik hutan adat Papua menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Balai Pemanfaatan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah XV Jayapura, Jumat (11/1/2019).
Aksi yang dikoordinir oleh A. Robby Kabarek Pangurian Png, SE tersebut untuk menuntut hak kesejahteraan masyarakat adat yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU Otsus Papua, serta hak masyarakat adat yang diamanatkan oleh putusan MK No. 35/PUU-X/202, supaya hutan adat dapat dikelola untuk kesejahteraan masyarakat adat.
Ketua Forum Peduli Masyarakat Lembah Nawa Kabupaten Jayapura, Roberth Urumban dalam demo tersebut menyampaikan kekecewaannya terhadap Kementerian LHK RI, dikarenakan hasil kayu dari masyarakat adat yang melakukan penebangan di tanah adatnya ditahan.
“Negara telah mengakui tanah adat kami, tetapi kenapa kalian menahan kami, SDM kami di kampung tidak akan berkembang karena sumber penghasilan kami ditahan,” ucapnya.
Menurut Roberth Urumbuan, banyak penebangan hutan di gunung, namun terjadi pembiaran.
“Mengapa penebang hutan di gunung dibiarkan, sedangkan kami di tahan, padahal kami menebang di atas tanah kami sendiri? apakah ada permainan? atau pemerasan?,” katanya.
Tak hanya itu, Roberth Urumbuan juga mengaku bahwa penahanan tersebut tidak didasari dengan surat ijin tugas. “Pada saat ditahan, kami menanyakan surat tugas tapi tidak diberikan sedangkan kami dipertanyakan mengenai ijin menebang,” aku Jay.
Robby Kabarek pun menegaskan, bahwa huyan adat bukam lagi hutan negara. “Kami tidak mencuri di hutan milik Negara tapi kami menebang di hutan adat milik kami. Stop mengklaim hutan adat sebagai hutan Negara,” tegasnya.
Robby juga mengancam akan mengusir orang-orang Gakkum KLHK RI dari Tanah Papua, bila hanya bikin susah masyarakat adat di Tanah Papua.
Para pendemo juga meminta untuk segera diberikan solusi agar pelaku usaha kayu dan masyarakat adat diberikan kepastian regulasi.
Ketua DAP Kabupaten Jayapura, meliputi Unurunguay, Yapsi, Kaureh, dan Airu, Daud Masare pun mempertanyakan letak permasalahannya sehingga kayu masyarakat adat dan pengusaha perkayuan dianggap ilegal.
“Jika memang permasalahan ini belum bisa diselesaikan, maka biarkan kami masyarakat adat dan pengusaha untuk tetap mengelola usaha untuk menunjang perekonomian kami sembari menunggu kepastian,” ucapnya.
Kepala BPHP Wilayah XV Papua, Kusnadi,S.Hut di depan para pendemo mengatakan, bahwa pemerintah tidak pernah menolak putusan Mahkaah Konstitusi (MK).
“Pemerintah tidak pernah menolak putusan MK, termasuk saya sendiri. Karena itu adalah pesan dari regulasi yang harus kami taati,” ujarnya.
Diterangkan, bahwa putusan MK Nomor 35 tersebut akan berlaku bila ada Perda tentang riwayat adat, sementara Perda tersebut sampai saat ini belum ada.
“Kami sudah bersama-sama berjuang untuk masalah ini. Saya dengan seluruh Kepala Dinas sudah berkoordinasi dengan Pemda, tetapi hambatannya adalah perlu dipahami disini ada lima UPT dan kami di sini bagian UPT Pengelolaan dan Produksi,” jelasnya.
Waka Polsek Abepura AKP Tegus Wahyudi SH dalam kesempatan tersebut juga member imbauan kepada masa aksi, agar apapun bentuk kegiatannya tetap harus dengan cara yang baik dan damai, sehingga apa yang diharapakan tercapai.
“Terimakasih kepada masa aksi yang telah melaksanakan kegiatan seauai dengan aturan yang berlaku, serta menjaga ketertiban selama kegaitan aksi berlangsung,” himbaunya.
Demo pun berlangsung damai dan berakhir dengan pemalangan kantor BPHP Wilayah XV Jayapura.[loy]