WAMENA, PapuaSatu.com – Koalisi Partai Politik Peduli Demokrasi (KP3D)-Tolikara (Partai Demokrat, Gerindra, Golkar, PAN, Gelora, Garuda, PSI, Perindo, PBB, Hanura, Ummat, P3 dan Partai Buruh) bersama ratusan warga menggelar aksi unjuk rasa guna membatalkan rekapitulasi hasil perolehan suara tingkat kabupaten yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Kabupaten Tolikara, di Gedung Serbaguna Tongkonan jalan irian atas Wamena, pada Selasa (05/03/2024).
KP3D bersama Masyarakat Tolikara membatalkan Pleno di Tingkat kabupaten Tolikara dan diminta Pemungutan Suara Ulang (PSU) dikarenakan penyelenggara dalam hal ini, KPU bersama Bawaslu kabupaten Tolikara memimpin sidang pleno perhitugan perolehan suara yang benar-benar keluar dari mekanisme dan diluar prosedur peraturan KPU.
Amendius A. Wenda, selaku Koordinator 13 Koalisi Partai Politik Peduli Demokrasi (KP3D) membacakan 15 bukti (fakta) pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara dalam hal ini KPU, Bawaslu Kabupaten dan PPD 46 distrik.
“Kami sudah ikuti beberapa kasus yang terjadi pada saat rapat pleno, KPU dan Panwas tidak memperhatikan baik perhitugan hasil perolehan suara di tingkat distrik, yang faktanya beberapa partai politik telah mendapat suara para calegnya, namun KPU dan Panwas tidak menyelediki secara baik, dan tidak menanggapi gugatan dari para saksi namun asal mengesahkan. Contoh kasus seperti Distrik Bokondini, Nabunage, Aweku, Wakuwo, Panaga dan seterusnya,” ungkapnya.
Amendius meminta kepada KPU dan Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan agar segera lakukan koordinasi kepada KPU dan Bawaslu Pusat, guna melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) serta Proses Hukum KPU, Bawaslu, Gakumdu dan PPD Kabupaten Tolikara yang telah melanggar aturan.
Ada 14 tuntutan Parpol bersama masyarakat, diantaranya adalah :
1.Penundaan Pleno KPUD Tolikara.
2.Pembatalan verifikasi dan input data suara di website KPU.
3.Dilaksanakan PSU di 46 Distrik Kabupaten Tolikara.
4.PSU dilakukan oleh KPU dan Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan, PPD dan KPPS baru.
5.Dan seterusnya.
Sementara itu, Karmel Kogoya selaku saksi dari partai Gerindra mengatakan bahwa pihaknya merasa kesal dengan jalannya sidang pleno, karena pihaknya bersama rekan-rekan saksinya mulai mengikuti tahapan pleno sangat tidak sesuai dengan peraturan PKPU yang ada.
“Dari pihak penyelenggara sendiri yang membabi-butakan hak-hak sulung atau demokrasi Tolikara dan menjadi sistematis antara KPU dan Bawaslu itu sangat merugikan bagi kami. Kami sebagai saksi sudah menolak dan menyepakati lalu tinggalkan ruangan pleno,” lanjutya.
Di tempat yang sama, Musa W. Erelak mengatakan bahwa pihaknya menghentikan pleno ini bukan menghalangi agenda negara, namun melihat penyelenggara dalam hal ini KPU dan Bawaslu tidak menjalankan sesuai peraturan yang ada.[Kosay]