
JAYAPURA, PapuaSatu.com – Kuasa hukum pemilik Bukit Jokowi, Yulius Lalaar, menyampaikan keberatan atas persidangan dan eksekusi tanah yang menjadi objek sengketa dalam putusan Pengadilan Negeri Jayapura Nomor 124/Pdt.G/2022/PN Jap yang terletak di tanjakan skylne Distrik Jayapura Selatan.
Keberatan ini lantaran Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura membatalkan sidang setempat di Bukit Jokowi secara sepihak, yang sebelumnya telah dijadwalkan tanggal 17 Februari 2025. Padahal, pihak pemilik Bukit Jokowi telah memenuhi seluruh kewajiban administratif dan pembayaran.
Yulius Lalaar menjelaskan bahwa pada 10 Februari 2025, majelis hakim telah mengabulkan permintaan untuk dilakkan sidang setempat yang sudah diajukan, tapat pada hari ini, 17 Februari 2025.
Namun, pada pelaksanaan sidang tanggal 17 Februari, majelis hakim tiba-tiba membatalkan sidang setempat tersebut dengan alasan telah menerima surat keberatan dari pihak terlawan, Najarudin Toatubun yang menolak untuk dilakukan sidang setempat.
“Kalau surat penolakkan yang diajukan Najarudin Toatubun tidak dilakukan sidang setempat lalu Majelis Hakim merespon surat tersebut, maka kami anggap tidak adil. Padahal kami surat keberatan yang kami diajukan oleh pada 3 Oktober 2024 hingga kini belum mendapat tanggapan, tapi kok dari pihak terlawan ajukan penolakkan langsung di respon. Ini kana da ketidak adilan. Ini ada apa dengan Majelis Hakim,” kata Yulius dalam keterangan persnya, di bukit Jokowi, Skyline, Kota Jayapura, Senin (17/2/2025).
Yulis menegaskan, pihaknya sangat keberatan karena surat keberatan Najarudin dijadikan dasar oleh majelis hakim untuk membatalkan sidang setempat, padahal surat keberatan yang telah diajukan sebelumnya tidak tidak pernah dijawab. “Ini terkesan sepihak. Ini tidak adil,” tegasnya.
Menurutnya, jika majelis hakim telah mengabulkan sidang setempat pada 10 Februari, seharusnya mereka telah mempelajari berkas secara menyeluruh sebelum memutuskan. Namun, pembatalan sidang setempat pada 17 Februari menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses persidangan.
Persoalan ini berawal dari perbedaan batas tanah yang tercantum dalam surat pelepasan adat dan berita acara konstatering. Yulius menjelaskan bahwa dalam surat pelepasan adat, batas tanah sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Ibu Yani.
Namun, dalam berita acara konstatering, batas tersebut berubah menjadi berbatasan dengan masyarakat Biak atau Agus J. Korwa, almarhum orang tua kliennya. Perbedaan inilah yang menjadi dasar pihaknya mengajukan keberatan dan meminta sidang setempat untuk memastikan kebenaran batas tanah tersebut.
“Kami mengajukan sidang setempat agar majelis hakim dapat melihat langsung objek tanah yang disengketakan. Namun, dengan dibatalkannya sidang setempat, kami merasa ada ketidaktransparanan dalam proses ini,” ujar Yulius.
Yulius juga menyoroti fakta bahwa panitera Pengadilan Negeri Jayapura telah mengakui bahwa pengukuran objek eksekusi tidak dilakukan secara menyeluruh karena alat BPN rusak. Namun, meskipun alat rusak, panitera tetap mengambil kesimpulan berdasarkan putusan pengadilan tinggi. Hal ini dinilai tidak adil karena pengukuran yang tidak akurat dapat merugikan pihaknya.
Untuk itu, Yulius meminta agar Ketua Pengadilan Negeri Jayapura meninjau ulang proses persidangan ini. Sebab menurutnya, sidang setempat sangat penting untuk memastikan kebenaran batas tanah yang disengketakan.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya telah memenuhi semua kewajiban administratif, termasuk pembayaran biaya sidang setempat, sehingga pembatalan sidang tersebut dinilai tidak profesional.
“Kami meminta majelis hakim untuk turun langsung melihat objek tanah agar tidak ada keraguan tentang batas-batasnya. Jika sidang setempat tidak dilakukan, kami khawatir ada upaya untuk mengaburkan fakta yang sebenarnya,” tegas Yulius.
Sidang perlawanan eksekusi ini akan dilanjutkan pada 24 Februari 2025 dengan agenda pemeriksaan bukti tambahan dari pihak terlawan. Yulius berharap proses persidangan selanjutnya dapat berjalan lebih transparan dan adil, sehingga keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan fakta dan hukum yang berlaku.
Yulius menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak kliennya agar tidak dirugikan dalam proses hukum ini. “Kami akan terus berjuang untuk keadilan dan kepastian hukum,” pungkasnya.
Sementara itu, pihak Najarudin Toatubun belum memberikan tanggapan resmi terkait keberatan yang diajukan oleh kuasa hukum pemilik Bukit Jokowi. [loy]