Bincang-Bincang Soal DOB Tabi Saireri Dengan Deklarator Pembangunan Indonesia Timur

254
ilustrasi

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) makin gencar digaungkan di Papua, terutama untuk pembentukan provinsi baru Tabi Saireri dan Provinsi Papua Selatan.

Untuk mengetahui bagaimana pendapat tokoh di Papua tentang lika-liku pembentukan sebuah DOB, penulis berkesempatan berbincang-bincang dengan salah satu tokoh Papua yang sempat diberi gelar sebagai Deklarator Pembangunan Indonesia Timur Perbatasan RI-PNG, yaitu Herman Yoku, yang diketahui menjadi salah satu actor terbentuknya Kabupaten Keerom.

Gelar tersebut, kata Herman Yoku, diberikan secara lisan oleh Jenderal (Purn) TNI, AM Hendropriyono saat masih menjabat sebagai Menteri Transmigrasi dan Permbah Hutan pada Tahun 1997.

Kepada penulis via telepon seluler akhir pekan kemarin, Herman Yoku bercerita bahwa bila didasarkan pada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, maka Papua yang terdiri atas tujuh wilayah adat, yaitu Tabi, Saireri, La Pago, Mee Pago, Animha, Domberai dan Bomberai, sekaligus membagi menjadi tujuh provinsi sesuai wilayah adat tersebut.

“MRP kan memberikan petimbangan terhadap aspirasi masyarakat terkait usulan-usulan DOB baru. Itu harus ada tujuh DOB menurut UU Otsus,” ungkap Herman Yoku yang merupakan tokoh adat asal Kabupaten Keerom yang kini menjabat sebagai anggota Pokja Adat MRP tersebut.

Dengan berbagai petimbangan, baik keuangan Negara maupun kesiapan daerah yang akan dimekarkan, pemerintah pusat, baru sempat menjadikan wilayah Doberai dan Bomberai menjadi satu provinsi, yaitu Provinsi Papua Barat, diterbitkan moratorium oleh presiden.

Menurut Herman Yoku, untuk kesiapan daerah, berkaca pada yang telah terjadi, yakni banyak DOB yang APBD-nya sangat bergantung pada Pemerintah Pusat, tanpa bisa mengembangkan diri untuk membuat terobosan-terobosan agar PAD daerah itu bisa ada.

Dikatakan, pemerintahan daerah, TNI dan Polri, harus bisa memberikan masukan yang benar-benar konstruktif untuk apa DOB itu dibentuk, sehingga bisa mendapat perhatian dari bapak presiden selaku kepala negara dan juga kepala pemerintahan.

Untuk yang sedang trend mengenai Papua, kata Herman Yoku, adalah posisi perbatasan RI-PNG sebagai daerah terdepan dalam masalah pertahanan Negara.

“Kemudian di perbatasan, menurut saya lebih trend, alangkah indahnya kita bentuk provinsi perbatasan,”  ungkapnya.

Provinsi perbatasan tersebut, entah diberi nama Tabi Saireri, atau nama yang lain, tidak ada masalah, yang penting adalah bagaimana masalah perbatasan untuk diangkat sebagai nilai tawar kepada pemerintah pusat.

Yang berikut, sebagai nilai tawar adalah aspirasi masyarakat langsung yang didokumentasikan dalam bentuk catatan ataupun rekaman.

“Rekaman itu yang nanti dipaparkan di pusat, sehingga pemerintah pusat melihat sendiri bahwa aspirasi tersebut murni dari rakyat, dan bukan hanya kepentingan-kepentingan para actor atau tokoh yang ada dalam tim,” ungkapnya.

Dan untuk menjaring aspirasi masyarakat, tentu dibutuhkan peran para aktor di masing-masing daerah kabupaten kota, tidak saja dari unsur pemerintahan, melainkan juga tokoh-tokoh masyarakat yang ada.

“Kalau itu sudah ada di meja bapak presiden ke-7 bapak Joko Widodo, pasti akan mengecilkan semua persoalan lain demi menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat. Apalagi daerah Keerom yang berbatasan langsung dengan PNG sampai saat ini masih termasuk daerah konflik,” jelasnya.

Karena itu, Herman Yoku mengajak tim pembentukan DOB di Papua untuk turun ke kampung-kampung di kabupaten-kabupaten daerah yang direncanakan untuk DOB.

Diceritakan, soal pembentukan provinsi sebagai DOB, sudah pernah diterimanya dari masyarakat daerah Distrik Yafi, Kabupaten Keerom sejak Tahun 2013.

“Yang kita butuhkan kita ambil aktor-aktor dari setiap kabupaten yang punya ide-ide pikiran cemerlang untuk terlibat dalam tim pembentukan DOB itu,” ungkapnya.

Sehingga ada rasa memiliki oleh setiap tokoh di semua daerah terhadap DOB yang direncanakan.

Herman Yoku pun bercerita latar belakang terbentuknya Kabupaten Kerom dan 13 kabupaten lain di Papua.

Yakni, di saa-saat genting di tengah arus reformasi yang sedang bergulir, dan di Papua juga sedang kisruh tentang aspirasi meredeka yang digaungkan melalui Kongres Dewan Adat Papua Tahun 1999.

Di saat Tim 100 hendak menyampaikan aspirasi pemisahan diri Papua dari NKRI, Herman Yoku memberanikan seorang diri mengirim surat kepada presiden, yang saat itu dipegang Prof. DR. Ing. BJ. Habibi, melalui Kepala BIN, Jenderal (Purn) TNI, AM. Hendropriyono, yang isi suratnya adalah permintaan pemekaran Kabupaten Kerom dan Kabupaten Sarmi.

Dan sekitar dua tahun kemudian, suratnya terjawab, namun bukan hanya Keerom dan Sarmi, melainkan ditambah dengan 12 DOB lain di Papua.

14 DOB yang diberikan dengan disahkannya undang-undang No 22 Tahun 2006 tentang pembentukan 14 kabupaten yang disahkan pada tanggal 12 April 2002 yang diperingati setiap tahun sebagai hari jadinya 14 kabupaten di Papua.

Kata Tokoh Adat Asak Kerom yang lahir tangga; 12 April 1958 tersebut, yang istimewa dari pengesahan undang-undang tersebut adalah tanggal dan bulan pengesahan, karena tanggal 12 adalah tanggal lahirnya Herman Yoku, demikian juga dengan bulannya, yaitu bulan April, yang merupakan bulan kelahiran Herman Yoku juga.[yat]