
JAYAPURA, PapuaSatu.com – Calon Anggota DPRK Papua yang juga sebagai Ketua Dewan Adat Suku Wilayah Tabi, Daniel Toto meminta kepada DPR Papua untuk membentuk Panitia Khusus seleksi DPRK Papua.
Permintaan itu disampaikan Daniel Toto usai ketemu wakil ketua Fraksi Nasdem Albert Merauje, didampingi kepalasuku Sembra, Steven Sembra di DPR Papua, Selasa (14/01/2025).
“Kami datang ke Wakil Ketua Fraksi yang merupakan wakil rakyat Papua meminta agar adanya pembentukan Pansus khusus untuk melihat kondisi seleksi kursi pengangkatan DPR Papua yang dinilai tidak sesuai aturan,” ujar Daniel kepada wartawan.
Hanya saja, dalam pertemuannya dengan Wakil Ketua Fraksi NasDem Tapi Pak Meraudje Sampaikan bahwa belum bisa dilakukan pembentukan Pansus mengingat masih menunggu Alat Kelengkapan Dewan di Mendagri.
Namun Daniel menyampaikan terimakasih karena kehadirannya ke DPR Papua bisa menerima apa yang menjadi usulan teman teman perwakilan dari para calon anggota DPRK Papua.
Sebab, menurutnya, kinerja Pansel tidak melakukan tugasnya sesuai aturan yang berlaku. “Pansel telah melanggaran Sumpah janji jabatannya, sehingga seleksi anggota DPRK Papua sesuai kemauannya sendiri,” ujarnya.
Kondisi seleksi yang dilakukan Pansel DPR Papua dianggap bermasalah karena calon Anggota DPRK Papua, khususnya di wilayah Kabupaten Jayapura tidak sesuai mekanisme yang ada, termasuk di Dapeng Lain di wilayah Tabi dan Saireri.
Dimana menurutnya, sebanyak 61 calon anggota DPRK papua yang mengajukan permohonan mendaftar dan melakukan verifikasi sampai 40 nama dan lolos admnsitrasi sebanyak 21 orang. “Dari 21 nama masih tetap nama yang mengikuti permohonan mendaftar dan verifikasi,”ujarnya.
Namun tiba-tiba dari 21 nama tersebut tiba-tiba muncul 2 orang nama tanpa melalui proses administrasi dan seleksi. “Dua nama ini berasal dari Dapeng Kabupaten Jayapura yakni, Cicilia Mehue, dan Erik Ohee. Ini yang menjadi pertanyaan kami, kenapa dua orang nama tiba-tiba muncul ditengah-tengah tanpa harus melalui proses adminsitrasi,” ujarnya.
Apalagi, lanjut Daniel Toto, slah satu dari dua nama yang dimunculkan oleh Pansel DPRK Parovinsi yakni, Cicilia Mehue baru saja pulang menyelesaikan kuliahnya di Amerika lalu tiba di Jayapura. “Ini kan aneh dan ajaib. Kok muncul nama dari mana. Dari 21 nama tadinya tidak ada nama, tiba tiba muncul. Apalagi mereka tidak terdata di Dewan Adat,” bebernya.
Dalam aturan pada 53 PP nomor 106 ayat 1 huruf b menyatakan bahwa setiap calon anggota DPRK paling sedikit yang bersangkutan punya pengalaman kerja di lembaga paling tinggi 5 tahun. “Ini kan merka tidak melewati itu. Apalagi dengan Erik Ohee, bagaimana bisa bicara soal adat kalau mereka tidak tau masalah adat,” katanya.
Hal tersebut, dirinya yang sudah berkecipung di dunia Dewan Adat selama 12 tahun tidak diakomodir oleh Pansel tetap malah memasukan dua nama yang notabene tidak melalui proses administrasi dan seleksi sebagai calon Anggota DPRK Papua.
Kondisi ini, Daniel mencurigai Pansel sedang menggunakan kekusaaannya sendiri hingga melanggar sumpah janji jabatannya. “Saya curiga bahwa atas nama Cecilia Mehue bisa masuk lantaran atas sponsor dari Anggota MRP atas nama Dorlince Mehue dan Erick Ohee masuk atas dukungan dari wakil ketua 2 MRP atas nama Max Ohee,” pungkasnya.
“Kedua orang ini merupakan titipan ke Pansel dan Pansel. Padahal, aturan mengataka setiap anggota Pansel yang di tetapkan untuk melaksanakan proses pemilihan 2 derajat atau 2 tingkat dari Keturunannya tidak bisa masuk dalam calon. Kalau melihat itu, maka Max Ohee dan Erick Ohee hubungannya dekat sekali,” katanya.
Dalam proses pemilihan Anggota DPRK harus berpatokkan pada Pasal 53 PP 106 ayat 1 huruf b. Dari aturan inilah keluar rekomendasi Dewan Adat Suku (DAS) yang sudah diajukan 7 rekomendasi sebelumnya. Namun untuk 2 orang yang diloloskan oleh Pansel tidak masuk dalam rekomendasi DAS.
Daniel Toto menilai bahwa Pansel tidak melaksanakan PP 106 dan peraturan Pansel itu sendiri, yang seharusnya dalam proses seleksi itu harus ada score atau penilaian yang di sampaikan kepada dewan adat.
“Namun kami calon yang tidak lolos tidak mendapat hasil penilaian itu. Padahal ada salah 1 penilaian rekam jejak. Hanya orang adat yang bisa bicara Soal Adat. Jadi, saya menilai Pansel sudah tidak menggunakan aturan lagi namun menggunakan kekuasaan,” pungkasnya.
Untuk menindaklanjuti itu, pihaknya sudah melaporkan kasus ini kepda Ombudsman Papua dan kepada PJ Sekda Provinsi Papua dan juga kepada DPR Papua untuk melakukan pembentukan pansus. “Tujuannya, agar terang benderang terhadap sikap dan perlakukan yang dilakukan oleh Pansel dengan mengambil keputusan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku,” cetusnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR Papua, Albert Meraudje menyampaikan bahwa beberapa yang disampaikan oleh beberapa perwakilan anggota calon DPRK Papua sudah diterima, salah satunya permintaan pembentukan Pansus DPRK Papua.
Hanya saja, kata anggota DPR Papua daerah pemilihan (Dapil) Abepura ini, menyampaikan bahwa pembentukan Pansus belum bisa dilakukan lantaran masih menunggu Alat Kelengkapan Dewan di Depdagri.
“Memang dari pengaduan masyarakat yang merupakan Dewan Adat yang juga sebagai calon DPRK Papua menyampaikan kke kami sebagai wakil rakyat untuk menerima apa saja yang menjadi keluhan mereka. Tapi kami harus menunggu AKD karena merupakan legalitas hukumnya sehingga kami belum bisa bentuk Pansus,” ujarnya. [loy]