SENTANI, PapuaSatu.com – Polemik di tengah masyarakat terkait kemunculan produk Purtier Placenta yang dikabarkan akan menggantikan obat ARV untuk terapi pengidap HIV, PapuaSatu.com berupaya meminta keterangan kepada dr. John Manangsang, selaku salah satu member produk tersebut.
Saat ditemui di kediamannya di Kawasan Hawai, Distrik Sentani Timur, Jumat (11/5/2019) malam, dr. John Manangsang mengungkapkan bahwa produk Purtier Plasenta yang diproduksi dari Newzeland, diorganisir oleh perusahaan Riway International di Singapura.
“Jadi produk dari Newzeland ini didistribusikan oleh distributor tunggalnya itu di Singapura ke seluruh dunia. Hari ini sudah 80 negara mengkosnumsi Purtier Plasenta yang edisinya 6 ini. Dan Indonesia Negara ke-8 yang mengkonsumsi atau merima Purtier Plasenta ini di lima wilayah,” ungkapnya.
Dikatakan, isi Purtier Plasenta yang dalam bentuk kapsul, salah satu kandungan zatnya adalah stemcell 100 mg ditambah 12 bahan-bahan alami atau herbal.
“Isinya menurut saya, dari ilmu pengetahuan yang saya baca, yang saya ketahui, ini memang sebuah produk dengan nilai yang sangat unik dan sangat luar biasa. Dia bisa memberikan peningkatkan kekebalan (imuniras), dia bisa memperbaiki sel-sel yang rusak, sel yang mati dihidupkan kembali,” terangnya.
Manfaat dari ini saya lihat sangat bagus untuk hal-hal pada pasien-pasien yang memang di dalam tubuhnya mengalami kematin sel secara permanen, sebagaimana dalam kasus gagal ginjal, diabetes mellitus, dan juga kematian sel akibat inveksi HIV yang mematikan T-limfosit, atau sel kekebalan tubuh manusia.
Diceritakan, produk Stemcell tersebut pertama kali dikasihkannya ke salah satu pasiennya yang dating dengan keluhan inveksi HIV dan merasa bosan atau jenuh minum ARV.
“Pasien yang pertama saya tangani itu, dia pasien yang telah minum ARV selama tiga tahun,” ceritanya.
Karena berhenti minum ARV sehingga kondisinya drop, dan saat hendak kembali meminta ARV ke pusat layanan ditolak, karena kondisi HIV AIDS-nya stadium tiga, sehingga tidak bisa minum ARV.
Dalam kondisi tersebut dan tidak minum obat apa-apa, oleh dr. John Manangsang dicoba memberi produk Purtier Stimcell.
Dan ternyata keesokan harinya mulai ada semangat dan perubahannya begitu cepat, sehingga satu minggu kemudian disarankan kembali ke pusat layanan untuk kembali mendapatkan ARV.
“Dan dia ambil ARV untuk minum. Jadi itu anjuran kita. Jadi dia minum ARV, malam sebelum tidur kita suruh minum purtier,” jelasnya.
Dari pengalaman tersebut, kemudian dr. John Manangsang menginformasikan ke pengurus KPA Provinsi Papua, dengan maksud untuk melihat produk Purtier Stemcell tersebut.
“Laporkan ke pemerintah, laporkan ke dinas kesehatan, laporkan kepada semua institusi yang terkait. Supaya coba lihat, ini peluang ini baik atau tidak,” ujar dr. John Manangsang.
Ditekankan, bahwa ia belum pernah dan belum pernah ada keinginan untuk menghentikan ARV dari seorang penderita.
“Kita selalu tanyakan, positif?, sudah minum ARV belum? Kalau belum kembali minta, karena kita tahu itu tujuannya jelas,” tandasnya.
Dikatakan, secara pribadi tetap mengatakan bahwa ARV adalah lini primer (lini pertama) untuk pengobatan menekan virus. Sedangkan produk Purtier Plasenta sebagai penunjang/pendukung terhadap harapan pasien untuk mendapat kesembuhan.
“Jadi memang untuk sembuh itu harus diukur dari viral account dan daru CD4. Viral account harus nol (undetectable), tidak terdeteksinya virus ini tidak selamanya virus sudah tidak ada, tapi kita akan ukur lagi CD4,” terangnya.
Dan kalau CD4 sudah diatas 600, baru dikatakan bahwa pasien tersebut telah bebas dari HIV.
“Nah ini mimpi dari saya. Suatu ketika dunia ini mengetahui bahwa ada obat atau ada kombinasi obat yang bisa menyembuhkan orang dari HIV. Dia harus sembuh supaya dia kembali kepada keluarga yang normal,” lanjutnya.
Masalah harganya yang mahal, diakui produk tersebut barang mahal, karena hidup orang Papua mahal.
“Untuk hidup ini mahal. Apalagi Pak Gubernur bilang “Selamatkan yang sisa dari yang tersisa. Yang tersisa sedikit stok itu sangat mahal,” ungkapnya.
Disinggung tentang legalitas yang disebut Balai POM di Jayapura belum teregister, hal itu ditepis dr. John Manangsang, karena Purtier Plasenta sudah ada di lima wilayah di Indonesia, dan sangat terbuka di Jakarta dan dimana-mana.
“Kalau kenapa sampai yang edisi 6 ini belum terlabel nomor, karena masih diperiksa. Dia kan baru selesai di edisi 5, baru masuk di edisi 6 baru beberapa bulan terakhir ini. Itu Balai POM belum selesai memeriksa. Kalau sudah selesai pasti akan dikasih nomor register,” tuturnya.
Dikatakan, target dari perusahaan Riway selaku produsen Purtier Stemcell, adalah bagaiman bisa memberikan nomor Balai POM yang konstant untuk beberapa waktu kedepan.
“Karena kita tiap dua tahun sudah ubah, untuk menghindari pemalsuan dan menghindari masa expired,” ujarnya.
Sehingga ditekankan bahwa terkait situasi yang terakhir berkembang di wilayah Kota Jayapura dan Papua pada umumnya bahwa seolah-olah kehadiran Purtier Plasenta akan mengantikan ARV, adalah satu pandangan yang keliru.
“Karena ARV dengan Purtier Placenta merupakan dua produk atau dua zat yang berbeda. Sebagai seorang medis sangat mengerti, ARV diperuntukkan untuk menekan atau merepresi virus HIV. Itu jelas sekali. Dan itu merupakan prioritas primer dalam penanganan HIV di seluruh dunia,” ungkapnya.[yat]