JAYAPURA, PapuaSatu.com -Ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS) bernada penistaan Salib Yesus Kristus, simbol agama Kristen dan Katolik yang belakangan ini viral di media social, tak luput dari perhatian Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama.
Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Luiz Mulait,SH mengatakan pihaknya sangat menyayangkan ceramah yang isinya mengandung unsur sara tersebut, yaitu penistaan terhadap Salib Yesus Kristus, simbol yang sangat sakral bagi umat Kristen di Indonesia dan seluruh dunia.
”Jadi secara kelembagaan MRP Pokja Agama sangat tidak setuju dengan ceramah yang isinya melecehkan agama Nasrani tersebut, apapun alasannya, termasuk alasan internal sebab secara tidak langsung dapat bersentuhan dengan eksternal karena ini bagian dari pembentukan karakter bangsa,”katanya.
Dikatakan, mestinya seorang figure tokoh agama ikut menjaga persatuan dan kesatuan bangsa melalui ceramah-ceramahnya yang menyejukkan, bukan yang menimbulkan kebencian dan permusuhan antar sesama anak bangsa.
“Seharusnya dia bicara dalam konteks yang berlandaskan pancasilaisme, bukan pengkotak-kotakan,”katanya kepada papuaSatu.com, kemarin. (22/8).
Menurutnya, agar kasus-kasus pelecehan symbol agama seperti ini tidak terulang kembali, maka negara harus hadir dan tegas melindungi dan menegakkan keadilan, kalau ada unsur pidanya yangbersangkutan harus diproses sesuai hukum yang berlaku demi keadilan bagi bangsa dan tidak ada diskriminasi.
Apalagi sudah ada elemen-lemen yang melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian, itu harus ditindaklanjuti secara hukum.
“Kita perlu belajar dengan kasus Ahok, saat kasus itu mencuat dunia ini seakan-akan kiamat, maka negara juga hadir, sekarang giliran simbol agama orang Kristen dihina masak Negara diam saja,”katanya.
Menanggapi keinginan Ketua PGI agar kasus penistaan Salib ini tidak perlu ke ranah hukum cukup jalur dialog dengan Ustad Abdul Somad, dikatakan demi mencegah kasus sesupa tidak terulang dan sebagai pembelajaran kepada yang lain,maka dua-duanya harus jalan.
Proses hukum jalan dan dialog juga bisa dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar setiap figur tokoh agama yang menyempaikan ceramahnya tidak perlu memasuki rana agama orang lain yang belum tentu dipahami secara benar, tetapi mala memberikan penjelasan yang menista agama orang lain. [sony]