JAYAPURA, PapuaSatu.com – Papua Folks Fiesta tahun ini memasuki tahun kedua, dengan tujuan utama mendokumentasikan dan mengarsipkan secara digital karya-karya budaya serta kreativitas komunitas seniman Papua.
Papua Folks Fiesta (PFF) merupakan sebuah event budaya yang dirancang untuk melestarikan dan mendokumentasikan folklore Papua, mencakup tradisi cerita, musik, tarian, adat istiadat, serta berbagai bentuk apresiasi kebudayaan lainnya yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Papua.
Acara ini telah menampilkan berbagai kegiatan, termasuk seni pertunjukan (musik, tari, teater), pameran seni rupa, pengarsipan maestro seni dan budaya, serta literasi tradisi melalui kegiatan mob (cerita rakyat lisan).
Dan acara ini diselengarakan selama tiga hari, dari hari Kamis, 12-14 September 2024 di kediaman Indonesia Art Movement, Entrop.
Folklore Papua dianggap sebagai warisan yang sangat berharga.
Selain berfungsi sebagai hiburan, folklore juga memainkan peran penting dalam pendidikan, pelestarian nilai-nilai moral dan sosial, serta pembentukan identitas dan solidaritas masyarakat Papua.
Papua Folks Fiesta diharapkan menjadi platform untuk menampilkan, melestarikan, dan mengarsipkan berbagai aspek kebudayaan Papua, serta memastikan keberlanjutan tradisi melalui keterlibatan lintas generasi.
Event ini telah melibatkan baik generasi muda (milenial) maupun generasi tua, guna menjamin adanya transfer pengetahuan budaya dan kelestarian nilai-nilai kearifan lokal di masa depan.
Papua Folks Fiesta adalah buah dari kolaborasi besar antara Indonesian Social Community (INSOSCO) dan Indonesia Art Movement (IAM), yang berkomitmen untuk menjaga kekayaan budaya Papua di tengah arus globalisasi.
Acara tersebut kembali digelar atas kerja sama berbagai pihak, termasuk Indonesia Earth Movement, INSOSCO, serta beberapa komunitas budaya dari wilayah Papua seperti Sangga, Lapago, dan Wopits dari Asrama Asmat.
Habel Aldrin Sawaki, Direktur INSOSCO dan penanggung jawab Papua Folks Fiesta, menyatakan bahwa acara ini memiliki misi untuk mengarsipkan jejak budaya Papua agar generasi mendatang dapat menjadikannya sebagai referensi.
“Kami ingin memastikan bahwa kerja-kerja kebudayaan dan kreatif ini terdokumentasi dengan baik secara digital, sehingga generasi mendatang dapat melihat rekam jejaknya dan mengambil pelajaran dari sana,” ujar Habel.
Tahun ini, acara berlangsung selama tiga hari dengan tema “Menoken Papua”, yang menggali makna filosofi Menoken sebagai simbol kehidupan orang Papua.
“Menoken adalah tempat menyimpan harta, dan setiap wilayah budaya di Papua memiliki Menoken dengan ciri khas masing-masing,” jelasnya.
Acara dibagi menjadi beberapa segmen, termasuk lomba Folksong yang diikuti oleh siswa SMP dan SMA secara daring.
Para peserta mengirim karya musik mereka dari tempat masing-masing, yang kemudian dikurasi oleh tim untuk menentukan pemenangnya.
“Kami sangat bangga melihat semangat pelajar Papua, bahkan ada peserta dari SMP yang ikut serta dalam lomba ini,” kata Habel.
Selain itu, ada juga berbagai workshop yang memperkenalkan inovasi budaya, seperti lokakarya ukiran Asmat dan alat musik tiup Lokop Ane dari wilayah Lapago.
Acara ditutup dengan kegiatan khas Papua, yaitu bakar batu, yang menambah keceriaan dan semangat kebersamaan para peserta.
Papua Folks Fiesta 2024 mendapat dukungan dari program Visit Papua, Dinas Kebudayaan, dan Pariwisata Provinsi Papua, serta berbagai komunitas kreatif lainnya.
Habel menutup dengan harapan besar untuk masa depan, kegiatan tersebut dapat dilestarikan.
“Kami berharap kegiatan ini akan terus berkembang dan memberikan kontribusi nyata bagi pelestarian dan inovasi budaya Papua di era digital,” harapnya.
Di tempat sama, Presiden Indonesia Art Movement (IAM) Muhamad Ilham Mustain Murda, S.T., M.Sn menegaskan bahwa kekuatan utama dalam penyelenggaraan Papua Folks Fiesta adalah kolektifitas, dengan melibatkan berbagai komunitas.
“Kolektif ini bukan hanya dari INSOSCO, tetapi juga melibatkan teman-teman dari Asrama Wopits, Ikatan Keluarga Besar Pemuda, Pelajar, Mahasiswa, Elagaima, Ibele Muliama( IKB-PPM-ELIMA Kota Studi Jayapura), ISBI Tanah Papua, serta SMA 1 dan SMA 4. Mereka semua perlu dirangkul dalam semangat gotong royong,” ujarnya.
Menurutnya, sistem kerja gotong royong ini sudah lama ada dalam budaya Indonesia, bahkan sebelum istilah kolaborasi populer.
“Kalau dulu ada pesta rakyat, kelompok suku seperti Miki dan teman-teman dari Hubula yang menyiapkan bakar batu. Orang-orang dari kampung sebelah akan membawa kayu bakar, ubi, daun, dan alang-alang. Semua berkumpul, memasak, dan makan bersama. Pola seperti ini sudah ada dalam budaya kita sejak dulu, tidak hanya di Papua, tetapi di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Ia mengajak semua pihak untuk kembali menerapkan semangat gotong royong dalam konteks modern.
“Kenapa tidak kita gunakan lagi di zaman sekarang? Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan mendukung Papua Folks Fiesta di tahun kedua ini. Mari kita berkolaborasi agar acara seperti ini tidak berhenti hanya sebatas ide dan konsep, tetapi benar-benar menjadi pesta rakyat yang nyata,” tutupnya.
Dan acara ini diinisiasi oleh Komunitas Insosco dengan Indonesia Art Movement dan didukung oleh dinas Pariwisata dan kebudayaan Provinsi Papua, Baparekraf, Wonderful Indonesia, dan Visit Papua. Sementara yang menjadi rekan kerja adalah Oyandi Papua, Mambesakologi, Heya Studio, Arumbay Organizer, Kha-kha Coffe Shop, Keday 52, Kedai Kha-kha, JTR, Saolethea dan Kopaja. [Miki]