MANOKWARI, PapuaSatu.com – Lembaga Masyarakat Adat Tambrauw (LEMATA) mendesak, Pemerintah Daerah (Pemda), Kepolisian Daerah (Polda), Kodam XVIII Kasuari menindak tegas penambang emas illegal, di wilayah kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya.
Pasalnya, Tambrauw merupakan kabupaten di provinsi Papua Barat Daya yang ditetapkan sebagaui kawasan konservasi dengan luas wilayah 11.529,18 km2 atau sekitar 75 persen Tambrauw di jadikan kawasan konservasi dan dilindungi.
Vincent Paulinus Baru, Ketua LEMATA di kabupaten Tambrauw mengatakan, Lemata mendapat informasi bahwa penambangan Emas illegal terjadi di kampung Kwoor, Berar, Orwen, dan Esmambo di Distrik Kwoor, kabupaten Tambrauw.
“Kita lembaga dan pemuda adat Tambrauw, beberapa waktu lalu sempat mendorong sampai aktivitas pendulangan emas illegal ditutup. Tapi hari ini, kegiatan pendulangan masih jalan terus,”ujar Vincent Paulinus Baru kepada papuasatu.com, baru-baru ini.
Maka, kata dia, sebagai ketua Lembaga Masyarakat Adat meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab), dan Kepolisian agar segara mengambil langkah hukum.
“Bupati Tambrauw, dan dinas-dinas terkait serta kepolisian pun diam. Kalau seperti ini, status Tambrauw sebagai kawasan konservasi patut dipertanyakan,” sebutnya.
Menurutnya, aktivitas penambangan emas illegal yang di sudah berlangsung sekian lama di beberapa kampung di distrik Kwoor tersebut itu sudah diadukan oleh masyarakat Adat ke pihak berwajib, namun terkesan dibiarkan.
“Akhir kita juga menduga, jangan sampai ada oknum-oknum kepolisian dan pemerintah yang terlibat. Maka semua saling mengerti, dan tidak menindaklanjuti apa yang disampaikan masyarakat pemilik hak ulayat,” kata Paul.
Padahal, menurutnya, Pemda setempat dalam hal ini Bupati Tambrauw yang harus tegas, tetapi terkesan ada proses pembiaran yang dilakukan Bupati.
“Pemuda adat sudah melakukan aksi penutupan penambangan emas illegal, tapi kok masih jalan. Dan menurut saya Bupati Tambrauw dalam hal ini tidak tegas, jadi membiarkan persoalan-persoalan ini. Kalau tegas, berarti ada tindakan tegas dari Pemerintah dan aparat keamanan,” aku Vincent Paulinus Baru.
Tak hanya itu, menurutnya, tidak ada pengawasan dari pemerintah terhadap kawasan konservasi dan persoalan tersebut, karena pelayanan pemerintah sendiri tidak berjalan.
“Pelayanan pemerintah hampir mati suri di kabupaten Tambrauw, jadi aktivitas illegal ini meningkat. Menurut saya aktivitas pelayanan pemerintah tidak berjalan, jadi kontrol-kontrol sampai di level bawah tidak jalan,”sebut dia.
Oleh sebab itu, sebagai Ketua LEMATA meminta dengan tegas kepada Kapolda dan Pangdam XVIII Kasuari, agar segara menindak tegas para pelaku penambangan emas illegal.
Penambangan emas illegal tersebut, menurutnya, sudah bergeser dari wilayah kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf), karena ditindak. Kemudian sambungnya, kini bergerak lagi ke kabupaten Tambrauw.
“Kalau tidak ditindak, ya akan menimbulkan persoalan lain. Kemudian masyarakat lokal yang punya hak-hak diambil, dan menyebabkan konflik antar masyarakat. Maka persoalan-persoalan inimemang harus diatasi, sehingga konflik sosial berikutnya tidak terjadi,”harap Paul Baru yang juga merupakan tokoh Intelektual asli Papua ini.
Selain itu, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Tambrauw ini mempertanyakan status pengawasan dan pengelolaan hutan konservasi di kabupaten Tambrauw oleh pemerintah.
“Jika memang ada bantuan semacam program ekonomi hijau, yang mendatangkan biaya ke pemkab maupun pemprov. Diharapkan dana-dana yang sudah harus diperuntuhkan untuk pengembangan ekonomi masyarakat adat,”tuturnya.
Supaya, kata dia, mereka (masyarakat adat-red) bisa mendapatkan manfaatkan dari konservasi tersebut, tetapi juga sekaligus membantu pemerintah menjaga lingkungan atau kawasan lindung.
“Bantuan atau dana pengawasan serta pengelolaan konservasi itu diperuntuhkan langsung kepada Masyarakat adat, agar mereka (masyarakat adat-red) bisa mendapatkan manfaat dari jaga hutan, dan lingkungan dengan baik. Dan itu akan menjadi sumber pendapatan masyarakat adat,”bebernya.
Namun, Paul Baru menyebutkan, sampai dengan saat ini Tambrauw ditetapkan sebagai kasawan konservasi, masyarakat adat sendiri tidak mengetahui biaya pengawasan dan pengelolaan konservasi tersebut.
“Tapi kita bisa lihat, kemungkinan tidak ada biaya-biaya itu yang turun sampai ke masyarakat adat. Apalagi masyarakat adat pemilik hak ulayat yang rata-rata di daerah konservasi,”kata dia.
Akhirnya, dia menyebutkan, aktivitas penambangan emas illegal, penebangan hutan dan lain sebagainya yang merusak lingkungan konservasi, dan sama sekali tidak memberikan kontribusi ke masyarakat adat terutama.
“Aktivitas illegal seperti ini tentunya menimbulkan banyak penyakit, terutama pronstitusi illegal. Hal itu sering terjadi di wilayah-wilayah yang ada aktivitas penbambangan emas illegal. Dan masyarakat kampung yang dahulunya hidup sehat, akhirnya terjangkit penyakit dan ini harus dicegah secepatnya,”tandasnya.[Free]