JAYAPURA, PapuaSatu.com – PT. Freeport Indonesia (PTFI) berikan sanksi PHK secara diskriminatif, dan gugat PHK Buruh penolakan kebijakan Covid-19 dalam linkungan PTFI di pengadilan hubungan industrial.
Hal ini dikatakan Ditektur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay, S.H.,MH melalui pres release yang diterima papuasatu.com, Selasa (23/08/2022).
Menurutnya, Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Gugatan PHK Wajib Tolak Gugatan PHK dan Perintahkan PT. Freeport Indonesia, untuk pekerjakan Kembali Buruh PTFI Sesuai Anjuran Disnakertrans Kabupaten Mimika Nomor 565/1292/ANJ/VIII/2021 tertanggal 16 Agustus 2021.
Pasca Covid-19 mewabah, kata Gibay, mayoritas aktifitas manusia lumpu dan setiap negara menyikapinya dengan membuat kebijakannya masing-masing, sesuai dengan pertimbangan negara sebagaimana yang dilakukan oleh Negara Indonesia.
Secara khusus dalam rangka melindungi Buruh dari ancaman PHK dimasa Pademi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.
Pada masa Pancemi Covid-19 manajemen PTFI juga mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menyikapi Pandemi Covid-19 dalam lingkungan kerjanya sebagaimana ditunjukan melalui pemberlakuan kebijakan lockdouwn dalam wilayah kerja PTFI dan juga kebijakan vaksin. Pada prakteknya, kedua kebijakan tersebut diprotes oleh Buruh PTFI dengan cara melakukan aksi demostrasi dalam wilayah pertambangan.
Berkaitan dengan aksi protes kebijakan lockdouwn dalam wilayah kerja PTFI dilakukan dengan cara memalang jalan di kawasan Ridge Camp Mile 72, Tembagapura, sejak 24 Agustus 2020, pukul 3 pagi. Operasional pertambangan praktis lumpuh. Pada 25 Agustus 2020, Bupati Mimika Eltinus Omaleng melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mimika Paulus Yanengga mengizinkan para buruh keluar dengan syarat tetap menaati protokol kesehatan. Namun manajemen perusahaan enggan memuluskannya.
Kemudian manajemen memutuskan hanya 200 buruh yang diperbolehkan keluar area dalam satu hari. Buruh menolaknya karena jumlah yang ingin keluar jauh lebih banyak dari itu.
Dalam menyikapi kebijakan vaksi dilakukan dengan cara melakukan aksi demostrasi di kawasan Ridge Camp Mile 72 pada tanggal 8 Juni 2021. Sebagai tanggapannya Vice Presiden PTFI Bidang Hubungan Pemerintahan, Jonny Lingga mengatakan, PTFI tidak memaksa karyawan untuk divaksin. Menurutnya karyawan bisa menentukan pilihannya apakah mau divaksin atau tidak.
“Itu pilihan, kita tidak memaksa untuk divaksin, bagi yang tidak mau vaksin kita tidak boleh paksa,”ujarnya. Pihaknya juga belum mengetahui konsekuensi bagi yang menolak untuk divaksin, namun kata Jonny semua aturan pemerintah akan diikuti perusahaan.
Selanjutnya pada tanggal 27 Juni 2021 buruh kembali melakukan aksi penolakan Vaksin di kawasan Ridge Camp Mile 72 Tembagapura. Aksi tersebut ditanggapi oleh Pihak Kepolisan Sektor Tembagapura dengan cara membubarkan secara paksa dan menangkap puluhan buruh PTFI selanjutnya dibawah ke Mapolres Mimika untuk diintrogasi namun akhirnya dibebaskan karena tidak ditemukan tindak pidana yang dilanggar oleh semua buruh yang ditangkap.
Dari beberapa kali aksi demostrasi yang dilakukan oleh buruh PTFI dalam rangka menolak kebijakan-kebijakan turunan Covid-19 dalam lingkungan PTFI yang mayoritas dilakukan dengan cara aksi demostrasi menutup kawasan Ridge Camp Mile 72 namun hanya pada aksi penolakan vaksin tertanggal 27 Juni 2021, manajemen PTFI memberikan saksi PHK kepada 33 Buruh PTFI dengan tuduhan melanggar ketentuan “Menghasut, membujuk, melakukan atau ikut serta dalam kerusuhan atau boikot atau tidak mematuhi perintah yang sah, termasuk menghalang-halangi Pekerja dan Buruh lain untuk melakukan pekerjaan dengan ancaman menutup kantor, jalan atau jalur operasi Perusahaan, sangsinya (PHK).” Sebagaiamana diatur pada Pasal 30 ayat (31) PHI PTFI Tahun 2020-2022. Sementara aksi-aksi sebelumnya tidak tidak diberikan sangksi PHK.
Fakta pemberian sangksi PHK dengan tuduhan melanggar Pasal 30 ayat (31) PHI PTFI Tahun 2020-2022 kepada Buruh PT. Freeport Indonesia atas tindakan aksi demonstrasi pada tanggal 27 Juni 2021 diatas menunjukan bukti “Manajemen PT. Freeport Indonesia berusaha mencari alasan legal dalam Perjanjian Kerja Bersama untuk PHK buruh PT. Freeport Indonesia atas tindakan aksi demonstrasi menolak kebijakan Vaksin pada tanggal 27 Juni 2021” dengan masud untuk mengabaikan kebijakan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 yang dibuat khusus untuk menghindari sangksi PHK kepada buruh dimasa Pandemi Covid-19.
Terlepas dari ini, Fakta pemberian sangksi PHK dengan tuduhan melanggar Pasal 30 ayat (31) PHI PTFI Tahun 2020-2022 hanya kepada 33 Buruh PTFI atas tindakan aksi demonstrasi pada tanggal 27 Juni 2021 diatas merupakan bukti manajemen PTFI menegakan Perjanjian Kerja Bersama PTFI Tahun 2020-2022 secara diskriminatif.
Atas tindakan diksriminasi dalam menegakan Pasal 30 ayat (31) PHI PTFI Tahun 2020-2022 dimaksud secara langsung menunjukan bukti bahwa PTFI telah melanggaran ketentuan “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi” sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (3), Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Atas sangksi PHK yang diberikan secara diskriminatif kepada Buruh PT. Freeport Indonesia itu, mayoritas Buruh PTFI menolak sangksi PHK sehingga manajemen PTFI melaporkan perkara tersebut ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Mimika untuk dilakukan Bipartit.
Dalam rangka menyikapi persoalan tersebut pada tanggal 28 Juli 2021 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mimika menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan PT. Freeport Indonesia dan privatisasi, di ruang serbaguna DPRD Mimika, Rabu (28/7/2021).
Meski RDP sempat dibuka Wakil Ketua I DPRD Mimika Aleks Tsenawatme, namun akhirnya ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan. Penundaan tersebut dikarenakan pihak Manajemen PT Freeport Indonesia dan kontraktor tidak hadir.
Terlepas dari itu, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Mimika mengatakan pihaknya sudah menindaklanjuti informasi adanya karyawan yang diduga diberhentikan sepihak oleh manajemen PT. Freeport Indonesia (PTFI) karena melakukan aksi demo menolak program vaksinasi.
Demo yang dilakukan sejumlah karyawan, Minggu (27/6) lalu akhirnya berujung terjadinya aksi pemalangan di Mile 72 Ridge Camp sehingga sempat mengganggu operasional perusahaan.
Lebih lanjut disebutkan bahwa “Tim Disnaker Kabupaten Mimika saat ini sedang mengambil keterangan dari para pekerja. Setelah mengambil keterangan dari para pekerja yang terkena PHK, pihaknya juga akan segera mengambil keterangan dari Manajemen PTFI.
Dari hasil Bipartit, Disnaker menerbitkan Surat Anjuran Nomor 565/1292/ANJ/VIII/2021 tertanggal 16 Agustus 2021, dengan isi anjuran adalah PT. Freeport Indoensi untuk mempekerjakan kembali Buruh PT.Freeport Indonesia dengan surat pernyataan keras.
Sekalipun demikian manajemen PTFI menolak anjuran Disnaker Kabupaten Mimika dan selanjutnya manajemen PT. Freeport Indonesia mengajukan Gugatan PHK terhadap Buruh PTFI di Pengadilan Hubungan Industrial yang beralamat di Pengadilan Negeri Jayapura.
Untuk diketahui bahwa ada 13 (tiga belas) orang buruh PT. Freeport Indonesia yang di Gugat PHK, ada 4 (empat) orang Buruh PT. Freeport Indonesia yang didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua) melawan manajemen PT. Freeport Indonesia di Pengadilan Hubungan Industrial yang beralamat di Pengadilan Negeri Jayapura.
Secara spesifik Gugatan PHK yang didampingi LBH Papua tercatat dalam Perkara Perselisihan Hubungan Industrial Nomor 10/ Pdt.Sus-PHI / 2022 / PN Jap, Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2022/PN Jap, Nomor 12/ Pdt.Sus-PHI / 2022 / PN Jap dan Nomor 14/ Pdt.Sus-PHI / 2022 / PN Jap.
Mengingat 13 (tiga belas) orang Buruh PT. Freeport Indonesia yang di PHK oleh manajemen PTFI dan selanjutnya di Gugat PHK di Pengadilan Hubungan Industrial adalah Orang Asli Papua (OAP).
Maka jelas-jelas membuktikan ,bahwa manajemen PTFI tidak menjalankan kebijakan Komitmen Terhadap Tenaga Kerja Papua yang didalamnya memuat terkait komitmen PTFI untuk meningkatkan dan mengembangkan kesempatan kerja bagi masyarakat papua khususnya masyarakat papua yang berasal dari tujuh suku yaitu Amungme, Kamoro, Dani/Lani, Moni, Ekari/Mee, Nduga dan Damal yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama PT.Freeport Indonesia Tahun 2020 – 2022. Selain itu, Manajemen PT. Freeport Indonesia mengabaikan kebijakan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 yang dibuat khusus untuk menghindari sangksi PHK kepada buruh dimasa Pandemi Covid-19.
Berdasarkan uraian diatas, LBH Papua selaku kuasa hukum Buruh PTFI yang di PHK akibat aksi protes kebijakan vaksin dalam lingkungan kerja PT. Freeport Indonesia menegaskan.
Pertama, Manajemen PT.Freeport Indonesia dilarang menyalahgunakan secara diskriminatif Pasal 30 ayat (31) PHI dalam Perjanjian Kerja Bersama PT.Freeport Indonesia Tahun 2020-2022 kepada Buruh yang protes Kebijakan Covid-19 dalam lingkungan PT.Freeport Indonesia.
Kedua, Mentri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Cq Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Koperasi Propinsi Papua Cq Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Mimika segera memastikan manajemen PTFI dalam mengimplementasikan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 khususnya Dalam Kasus Gugatan PHK terhadap Karyawan PT.Freeport Indonesia Yang Protes Kebijakan Covid-19 di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jayapura.
Ketiga, Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Gugatan PHK antara Manajemen PT. Freeport Indonesia melawan Buruh PT. Freeport Indonesia wajib tolak gugatan PHK dan perintahkan manajemen PT. Freeport Indonesia pekerjakan kembali Buruh PT.Freeport Indonesia yang di PHK sesuai anjuran Disnakertrans Kabupaten Mimika Nomor 565/1292/ANJ/VIII/2021 tertanggal 16 Agustus 2021.
Keempat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupayen Mimika segera bentuk Pansus untuk mendesak Manajemen PT. Freeport Indonesia untuk pekerjakan Karyawan PT.Freeport Indonesia yang di PHK sesuai anjuran Disnakertrans Kabupaten Mimika Nomor 565/1292/ANJ/VIII/2021 tertanggal 16 Agustus 2021. [free]