Tokoh Perempuan Minta Semua Proses Pengangkatan Anggota DPRP Kursi Adat Dihentikan

683
Ny. Penetina Canicesya Kogoya

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Mencermati proses pengangkatan 14 anggota DPRP Kursi Adat dari masyarakat adat Papua, seorang tokoh perempuan asal wilayah Lapago, mengadukan masalah legalitas proses pengangkatan untuk masa kerja 2019-2024 ke Mahkamah Konstitusi.

Pasalnya, ada beberapa persoalan yang musti dituntaskan, seperti masalah dasar pengangkatan, dan kejanggalan yang muncul dalam proses pengangkatan.

Adalah Ny. Penetina Canicesya Kogoya, yang memimpin team dalam upaya pengajuan masalah tersebut ke MK, untuk dilakukan uji materi atas UU Otonomi Khusus Pasal 6.

“Ini kan Pemerintah Papua dan Papua Barat tidak melakukan uji materi, langsung saja buka pendaftaran,” ungkapnya kepada wartawan di Jayapura, Sabtu (03/01/20)

Menurut Ny. Tina, panggilan akrabnya, uji materi harus dilakukan karena dasar pengangkatan 14 kursi DPRP kursi adat berlaku hanya satu kali dan untuk satu kali.

Sehingga, bila mau mengangkat kembali, harus dilakukan pengujian materi kembali oleh Pemerintah Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat melalui Biro Hukumnya.

Selain itu, proses pengangkatan Anggota DPRP kursi adat yang diinformasikan pada Senin (6/1/20) sudah dilakukan pendaftarannya oleh Kesbbangpol Provinsi Papua, nantinya akan diangkat dan disahkan oleh gubernur.

Tentunya, ada satu ketidakwajaran, yang mana seorang gubernur selaku eksekutif yang kerja-kerjanya diawasi dan dikontrol oleh legislative (DPRP), tetapi gubernur sendiri  yang mengangkat anggota legislative dari kursi adat.

“Dia (Anggota DPRP kursi adat) sebagai anggota legislatif, di sini kami melihat, seorang anggota legislatif dia memiliki hak  legislasi, ha budget dan hak imunitas yang memegang jabatan tertingi, kok diangkat oleh seorang eksekutif?,” ungkap Ny. Tina.

Selain itu, pengangkatan angota DPRP kursi adat adalah termasuk dalam kerangka Undang-Undang Otonomi Khusus, akan tetapi dalam prosesnya tanpa melibatkan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP).

“Padahal angota MRP adalah satu lembaga kultur,” tandasnya.

Karena itu, Ny. Tina bersama team berupaya agar pengangkatan anggota DPRP kursi adat dilakukan tidak menyalahi aturan.

Karena, menurutnya, dengan keadaan saat ini jelas tidak bisa dilakukan proses pengangkatan anggota DPRP kursi adat tersebut.

Sehingga Ny. Penetina mendesak kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk menghentikan semua proses yang berlangsung terkait pengangkatan 14 angota DPRP kursi adat, dan menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU Otsus yang diajukannya bersama team.

“Jadi saya mendesak untuk menunggu hasil keputusan Mahkamah Konstitusi,” ungkapnya.

Dikatakan, untuk uji materi di MK sudah didaftarkan sejak pertengahan Desember 2019, dan saat ini sudah masuh tahap satu.[yat]