Kejar OPM di Mapenduma, Polda Papua Terjunkan Dua Tim Pasukan

1115
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol AM Kamal saat memberi keterangan pers di RS Bhayangkara. (foto/dok)

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Aparat kepolisian terus berupaya melakukan pengejaran terhadap kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang juga disebut Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB), di Mapenduma yang telah menyandera para medis dan guru serta melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah guru.

Ditegaskan Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol AM. Kamal bahwa pihaknya telah menerjunkan dua tim. Namun tidak menyebutkan, tim apa yang dimaksud dan berapa jumlah personilnya, namun ditegaskan bahwa tim tersebut adalah dari personil Polda Papua.

“Pengejaran sedang berjalan. Ada dua tim yang kita terjunkan,” ungkapnya saat ditemui wartawan usai menjenguk korban yang masih menjalani terapi psikologis atau trauma hilling di RS Bhayangkara, Senin (29/10/2018).

Kata Kabid Humas, belum ada pengakuan dari kelompok mana yang bertangungjawab atas peristiwa penyanderaan dan tindak kekerasan seksual tersebut.

“Akan tetapi kita sudah mengumpulkan bukti dan para saksi untuk dapat segera menangkap para pelaku yang melakukan asusila atau kekerasan seksual,” jelasnya, didampingi Karumkit RS Bhayangkara Papua, AKBP dr. Heri Budiono dan salah satu psikolog, Ipda Rini Dian Pratiwi,S.Psi.M.Psi.

Tentang kondisi korban, Ipda Rini mengungkapkan bahwa hingga Senin (29/10/2018) masih dilakukan trauma hilling, dan pada umumnya sudah bisa diajak komunikasi, namun belum bias dan belum mau menceritakan kejadian di Mapenduma.

“Trauma hilling yang kita lakukan dengan mengajak bernyanyi bersama, berdoa, dan menggambar,” ungkapnya.

Metode menggambar sendiri juga sebagai salah satu upaya mendapatkan gambaran tentang apa yang dilihat dan dialami para korban saat di Mapenduma.

“Di sini kita kasish media gambar itu, salah satunya untuk visual mereka. Jadi mungkin dengan gambar, mereka bisa mengungkapkan apa yang ada di alam bawah sadar dan bahkan secara sadar,” jelas Ipda Rini.

Trauma yang dialami para korban, bukan hanya terkait tindakan kekerasan seksual dari OPM, tapi juga ancaman-ancaman yang juga didengar dan dipahami oleh anak-anak.

“Anak kecil sangat trauma, dia saat disentuh awalnya sangat marah, dan kakinya ditendang-tendang, karena dia takut dengan baju polisi dan di keramaian. Ingin sendiri, karena pada saat itu ancamannya ibunya akan dibunuh, bahkan satu kampong akan dibunuh kalau lapor ke polisi,” ceritanya.

Dalam kesempatan dikunjungi oleh Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. AM Kamal, terdapat juga dua tenaga pengajar atau guru dari Mapenduma yang sedag menjenguk kondisi para korban.

Dari cerita salah satu guru yang minta tidak dicantumkan namanya, situasi mencekam atas kondisi keamanan di Mapenduma sudah sering terjadi, dan beberapa hari sebelumnya suasana sudah terasa kurang aman.

“Mereka sering mengancam saat kami mau keluar daerah, sebelum naik pesawat diperingat agar bila melihat mereka pegang senjata untuk tidak diceritakan di luar, dan itu selam ini kami ikutkan,” ungkap sang kepala sekolah.

Dan ketika hendak menempatkan para guru yang ternyata menjadi korban penyanderaan dan bahkan tindakan kekerasan seksual, sudah ada rasa khawatir.

Hal itu dengan upaya koordinasi kepada bupati maupun kepala dinas, guna memastikan bahwa situasi di Mapenduma tempat para guru didatangkan untuk mengajar benar-benar aman.

“Kepala dinas katakana sudah komunikasi dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat di Mapenduma, dan katanya tidak ada apa-apa (aman,” ceritanya lebih lanjut.

Namun  ternyata saat baru tiba rombongan guru yang baru ditempatkan di mapenduma, langsung disambut oleh kelompok OPM, dengan tidak dijinkan untuk menjalankan tugasnya sebagai guru maupun sebagai tenaga medis.[yat]