JAYAPURA, PapuaSatu.com – Aksi demo yang dilakukan oleh Solidaritas Peduli Pemilihan (SP3) Pemilihan Gubernur Papua di DPRP dan KPU Papua, diduga merupakan Tim Sukses dari calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, John Wempi Wetipo dan Habel Melkias Suwae.
Aktivis Pro Demokrasi Papua Yan Matuan, menilai bahwa aksi demo yang dilakukan SP3 hanya ingin menambah kisruh dan kegaduhan politik menjelang pilkada serentak di Papua.
“ pada prinsipnya kita semua menghendaki agar pilkada seretak tahun 2018 di papua berjalan aman dan lancar tanpa menyisahkan banyak masalah apalagi dengan mengorbankan nyawa orang,” kata Yan Matuan via selulernya, Kamis (17/1/2018).
Diketahui bahwa demo yang akan dilakukan di DPR Papua termasuk di MRP dan KPU Provinsi Papua, ingin agar Pansus DPR Papua yang dibentuk beberapa pecan lalu dibubarkan dan beberapa permintaan lainnya.
Ia menegaskan, tugas dan kewenangan Pansus DPR Papua dalam hal melakukan tahapan verifikasi dan klarifikasi dokumen para bakal calon Gubernur dan wakil Gubernur sudah jelas sesuai ketentuan Perdasus Papua nomor 6 tahun 2011 tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Papua.
“ dalam pasal 28 ayat 4, 5, dan 6 secara eksplisit menjelaskan bahwa dewan perwakilan Papua berwewenang khusus melakukan tahapan penelitian adiministrasi berkas pasangan calon, yang selanjut diterus ke MRP untuk dilakukan lebih lanjut,” katanya.
Selanjutnya, tugas dan kewenangan KPU, Pansus DPR Papua dan MRP selaku selaku penyelanggara dan itu telah diatur dalam ketentuan Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) nomor 21 tahun 2001 yang, didalam terdapat pasal 6 tahun 2011 tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Papua.
“ jadi KPU bukan lagi penyelenggara tunggal seperti yang diamanatkan Per KPU nomor 10 tahun 2017. Memang DPR lembaga politik dan ranahnya jelas. Document politik para bakal calon harus diuji melalui Pansus DPR,” pungkasnya.
Namun untuk Kultur atau keaslian orang Papua itu akan diuji dan di cek kebenaran identitas para bakal calon itu ke Majelis Rakyat Papua (MRP), sedangkan penyelenggara teknis dilapangan itu dominannya KPU dan Panwas di back up oleh pengamanan dari TNI/Polri.
Oleh karena itu, menurut Yan Matuan, status konstitusi di Papua masuk daerah khusus lex specialist bukan pemerintahan khusus. “Tidak bisa kita samakan dengan daerah lain. Penerapan hukum tidak perlu normatif saja. Harus sesuai azas dan manfaat kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Dikatakannya, Perdasus dibuat berdasarkan pertimbangan manfaat dan kebutuhan rakyat Papua bukan kebutuhan rakyat Indonesia. “Saya pikir pihak lain seperti Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung paham tentang Undang-undang Otsus karena Otsus diberikan oleh Negara bukan diminta oleh rakyat Papua,” tukasnya.
Untuk itu, tegas Yan Matuan, Pansus DPR tidak mencederai demokrasi dalam melakukan tahapan berindikasi Ijasah Sarjana para bakal calon Gubernur dan wakil Gubernur Papua. “Jadi jangan mengompor ngompori situasi. Kita menahan diri biarkan demokrasi mengalir sesuai koridornya,” katanya.
Untuk itu, Yan Matuan kembali meminta kepada masyarakat yang mengatasnamakan Solidaritas untuk menghentikan aksi yang dilakukan pada hari ini. “ jangan buat kegaduhan di negeri yang kita cintai dan kita ingin damai di tanah ini,” pungkasnya. [rdf]