
JAYAPURA, PapuaSatu.com – Penjabat sementara (Pjs) Bupati Jayawijaya, Doren Wakerkwa, SH mengatakan tuduhan Bupati Jayawijaya non aktif Wempi Wetipo terkait anggaran Rp. 12 milyar digunakan Pjs Bupati dalam kurun waktu 3 bulan tanpa prosedur yang jelas itu tidak benar dan tidak professional.
Menurut Doren, APBD Kabupaten Jayawijaya tahun anggaran 2018 sudah ditetapkan sesuai kebutuhan daerah yaitu untuk belanja rutin kantor / belanja modal dan blanja pembangunan / publik juga bantuan sosial lainnya.
“Jadi, saya sangat paham postur APBD tahun 2018 yang telah ditetapkan pemerintah (Eksekutif dan legislatif) daerah kabupaten Jayawijaya Ta. 2018,” kata Doren Wakerkwam, SH di Jayapura, Kamis (14/6/2018).
Dijelaskannya, dirinya baru aktif melaksanakan tugas sebagai Pjs Bupati Jayawijaya di Wamena sejak 20 Februari 2018 setelah dilantik Gubernur Papua atas nama Mendagri pada 14 Februari 2018 sebagai Penjabat sementara Bupati Jayawijaya.
“Saya langsung melaksakan tugas pemerintahan di ruang kerja Wakil Bupati Jayawijaya dan tidak diizinkan menempati ruang kerja Bupati karena banyak surat-surat administrasi pemerintahan menumpuk yang tidak bisa diselesaikan dengan baik,” ujarnya.
“Poin ini saja menjadi pertanyaan. Lah, saya ini kan ditugaskan untuk menjalankan pemerintahan sebagai Pjs. Bupati Jayawijaya bukan Pjs. Wakil Bupati. Kenapa tidak diizinkan menempati ruang Bupati,” tanya Doren.
Dikatakan, dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, pihaknya melaksanakan tugas sesuai prosedur, mekanisme dan ketentuan peraturan perundangan-udangan yang berlaku bahwa sebagai Pjs Bupati Jayawijaya, pihaknya mempunyai kewenangan menggunakan dana pos KDH untuk menyelenggarakan roda pemerintahan di Kabupaten Jawawijaya.
“Setelah saya cek pos anggaran KDH Bupati Jayawijaya yang telah ditetapkan dalam APBD 2018 sebesar Rp 38 miliar. Sebelum saya bertugas di Wamena sejak bulan Januari 2018, Bupati Jayawijaya sudah mengeluarkan pos anggaran KDH sebanyak Rp 28,7 miliar dari total anggaran pos KDH berjumlah Rp 38,7 miliar. Dana ini diduga dibawa kabur oleh Kepala Bagian Tata Usaha Keuangan Setda Kabupaten Jayawijaya bersama bendahara Bupati Jayawijaya,” jelasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Bupati Jayawijaya sendiri sudah menyalahgunakan kewenangan untuk mengeluarkan dana demi kepentingan lain.
Selaku Penjabat Bupati Jayawijaya, pihaknya sudah melaksanakan pemerintahan dengan baik termasuk ikut mensukseskan pesta demokrasi Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Jayawijaya serta Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2018 dengan menggunakan anggaran pos sisa KDH sebesar Rp 5,3 miliar sesuai prosedur dan mekanisme
“Ini sudah saya koordinadikan dengan pimpinan tinggi pemerintah di Provinsi Papua dan pemerintah pusat,” terangnya.
Sementara mengenai dana stabilitas daerah yang dimaksudkan Bupati Jayawijaya sebesar Rp 1,2 miliar, bahwa pihaknya menjabat sebagai Pjs. Bupati Jayawijaya dana stabilitas daerah tersebut sudah habis alis kosong.
“Saya sangat tidak mengerti sistim pemerintahan yang diterapkan oleh Bupati Jayawijaya. Ini sangat menyesatkan ASN di Kabupaten Jayawijaya. Saya berharap setelah pemilihan Bupati baru, lima tahun kedepan bisa melakukan perubahan di segala aspek penyelenggaraan pemerintahan, aspek pembangunan dan aspek pelayanan ke masyarakat dengan baik di masa mendatang.
Ditambahkan, untuk masalah pembayaran denda Rp 3 miliar kepada masyarakat korban bentrok di Walesi dan Wouma bahwa pihaknya sudah melakukan negosiasi pembayaran.
“Perlu diketahui bahwa ini bukan kebijakan pemerintah daerah tetapi ini adalah tuntutan masyarakat yang harus dinegosiasikan lalu diselesaikan dengan masyarakat yang mengalami korban secara baik dan aman,” ujarnya.
Dikatakan, seorang negarawan berbicara itu harus ada dan bukti yang kuat dan jelas baru bicara di public jangan suka bicara cari sensasi.
“Diharapkan kepada kita semua bahwa kita berbicara sebagai seorang negarawan harus ada data dan bukti yang jelas baru kita bicara di publik. Jangan bicara sperti ayam tanpa kepala,” katanya. [piet/loy]