Rupiah Mengiringi Perjalanan Bangsa dan Tantangannya di Era Modern

Koleksi Numismatik di Musium Bank Indonesia yang memamerkan sejaran perjalanan uang di Nusantara
Koleksi Numismatik di Musium Bank Indonesia yang memamerkan sejaran perjalanan uang di Nusantara.(foto : Koleksi pribadi)

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Mengawali artikel singkat tentang perjalanan mata uang rupiah, tentu tidak terlepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia dari kolonialisme atau era penjajahan.

Dari sejarahnya, sebagaimana tergambar pada etalase Musium Bank Indonesia (MUBI), tergambar dengan jelas bahwa mata uang rupiah tidak hanya sebagai alat tukar barang dan jasa, melainkan menjadi simbol kedaulatan dan identitas sebuah bangsa yang berdaulat.

Salah satunya dan yang paling otentik untuk melihat dokumentasi dapat dilihat pada koleksi Numismatik di MUBI, yang mengoleksi sejak munculnya alat tukar barang dan jasa berupa uang masa kerajaan di nusantara.

Kemudian masuk uang Real Belanda dan Rijksdaaldeer sebagai alat pembayaran standar di nusantara saat Belanda menguasai perdagangan di nusantara, disusul uang tembaga recehan (Duit) yang diedarkan VOC pada Tahun 1727, yang kemudian berdiri De Javasche Bank yang mengeluarkan uang kertas pecahan lima gulden keatas.

Saat Jepang menduduki nusantara pada Tahun 1943 kemudian dierarkan uang bertuliskan “Pemerintah Dai Nippon Teikoku Seihu” yang terdapat tulisan Roepiah setelah penulisan nominal uang.

Uang Dai Nippon kemudian digantikan uang Netherlands Indies Civil Administration (NICA) setelah sekutu mendarat di Tanjung Priok pada 29 September 1945.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, uang NICA masih berlaku hingga munculnya maklumat dari pemerintah Indonesia yang menyatakan uang NICA tidak berlaku lagi di wilayah Republik Indonesia, yang sebagai gantinya kemudian diberlakukan mata uang Oeang Republik Indonesia (ORI) yang mulai diedarkan pada Oktober 1946.

Peredaran ORI mendapat tantangan berat akibat situasi keamanan dalam negeri, namun tetap diedarkan secara gerilya dan terbukti mampu membangkitkan rasa solidaritas dan nasionalisme rakyat Indonesia.

Kemudian muncul Oeang Republik Indonesia Daerah (Orida) untuk mengatasi kekurangan uang tunai akibat terputusnya komunikasi antyara pusat dan daerah setelah agresi militer Belanda pada Tahun 1947.

Uang ORI dan ORIDA ditarik dari peredaran dan digantikan dengan mata uang Republik Indonesia Serikat (RIS) setelah digelar Konferensi Meja Bundar pada bulan Desember 1949, pada 1 Mei 1950.

tiga bulan kemudian uang RIS tidak berlaku lagi, karena pada Agustus 1950 bentuk negara Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tahun 1953 kemudian uang rupiah terbit setelah diberlakukan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia No.11/1953, disusul Undang-Undang No.13/1968 tentang Bank Sentral yang menetapkan Bank Indonesia satu-satunya lembaga yang memiliki hak tunggal untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas dan uang logam.

Hal itu menggambarkan bagaimana perjuangan rupiah menjadi simbol perjuangan dan bahkan menjadi identitas bagi Bangsa Indonesia dan diakui sebagai negara yang berdaulat.

Perum Peruri di kawasan Karawang yang merupakan tempat pencetakan uang rupiah maupun surat-surat berharga lainnya yang dikelola Kementerian BUMN
Perum Peruri di kawasan Karawang yang merupakan tempat pencetakan uang rupiah maupun surat-surat berharga lainnya yang dikelola Kementerian BUMN

Dalam pencetakan uang, Rupiah pernah dicetak di NV Pertjetakan Kebajoran,  dan juga pernah dicetak di percetakan Thomas De La Rue & Co, Inggris, serta percetakan Johan Enschede en Zonen, Imp., Belanda.

Saat ini pencetakan dilakukan di Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah Kementerian BUMN yang saat ini berlokasi di kawasan Karawang, Jawa Barat.

Perum Peruri resmi berdiri melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1971, yang bertugas mencetak Mata Uang Rupiah guna memenuhi kebutuhan sesuai permintaan Bank Indonesia, membuat surat-surat berharga lain,  serta membuat dokumen negara yang memiliki fitur sekuriti.

Selain tantangan berupa pemenuhan kebutuhan alat transaksi serta identitas kebangsaan yang menjadi simbol kedaulatan negara, Rupiah juga dihadapkan pada nilainya terhadap barang dan jasa dalam periode tertentu (inflasi), serta nilainya dengan uang asing (kurs).

Dalam mengendalikannya, BI menggunakan kebijakan moneter berupa Suku bunga acuan (BI-Rate), Operasi pasar terbuka, Giro wajib minimum.

Sedangkan untuk nengendalikan nilai tukar (kurs), BI melakukan Intervensi pasar valuta asing, seperti menjual atau membeli mata uang asing di pasar, penetapan suku bunga yang dapat memengaruhi aliran modal dan nilai tukar.

Dan untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang asing, meningkatkan kepercayaan pasar dan kredibilitas ekonomi nasional, serta melindungi nilai dan penopang stabilitas mata uang saat terjadi gejolak ekonomi, BI menyimpan cadangan devisa dalam bentuk emas batangan.

Sementara pemerintah juga berperan melalui kebijakan fiskal melalui pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara, termasuk pengaturan pajak dan pengeluaran pemerintah.

Selain itu juga kebijakan nonfiskal dan nonmoneter, melalui peningkatan ketersediaan barang dan jasa di pasar, mempermudah masuknya barang impor, memastikan kelancaran distribusi barang, terutama kebutuhan pokok untuk mencegah penimbunan.

Ekspedisi rupiah berdaulat yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Papua dengan Kodaeral X Jayapura yang menyinggahi sejumlah pulau terdepan, terluar dan terpencil
Pelepasan tim Ekspedisi rupiah berdaulat yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Papua dengan Kodaeral X Jayapura yang menyinggahi sejumlah pulau terdepan, terluar dan terpencil

Rupiah di Era Modern

Saat ini, peredaran uang rupiah yang dicetak di Peruri atas pesanan Bank Indonesia, tidak saja menjadi alat tukar barang dan jasa yang sah, tetapi juga terus menjadi simbol kedaulatan Negara Indonesia.

Hal itu diupayakan Bank Indonesia yang bekerjasama dengan TNI Angkatan laut dengan menggelar Ekspedisi Rupiah Berdaulat, dengan melaksanakan distribusi dan penukaran uang Rupiah, edukasi keuangan, dan kegiatan sosial di wilayah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T) di Indonesia, untuk memastikan kedaulatan Rupiah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah NKRI.

Hal itu tentu berkaca pada kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia yang salah satu faktornya adalah minimnya peredaran mata uang rupiah di Pulau.

Selain itu, Bank Indonesia terus mengkampanyekan tagline “Cinta, dan Bangga Rupiah (CBP), agar masyarakat dapatmerawat rupiah dengan lima gerakan “Jangan”, yang meliputi jangan dicoret, jangan diremas, jangan distapler, dan jangan dibasahi.

Di erah modern dengan perkembangan teknologi digital yang cukup pesat, uang kertas dan uang logam juga dihadapkan dengan globalisasi pasar.

Dimana transaksi banyak yang tidak lagi mengunakan uang kartal, dan yang terakhir Bank Indonesia mengeluarkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai standar nasional kode QR yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).

QRIS sendiri merupakan bar code untuk mengintegrasikan semua metode pembayaran non tunai di Indonesia menggunakan satu kode QR yang sama.

Dan yang terakhir adalah mata uang kripto (cryptocurrency), yang telah legal menjadi salah satu fenomena dunia keuangan digital.

foto : https://pintu.co.id

Yang mana, legalitasnya ada dan diawasi langsung OJK sebagaimana POJK 27/2024, meski terbatas untuk investasi, dan bukan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Namun peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan Tekonologi Finansial dengan tegas melarang penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah.

Dan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 disebutkan bahwa Aset Kripto (Crypto Asset) adalah sebagai Komoditi yang dapat dijadikan Subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka.

Saat ini, aset kripto hanya dapat diperdagangkan melalui Pedagang Fisik Aset Kripto yang sah di Indonesia sebagaimana terdaftar dalam Peraturan Bappebti 8/2021 dan perubahannya.[penulis : AHMAD JAINURI/jurnalis PapuaSatu.com)