MANOKWARI, PapuaSatu.com – Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Domberay dan DAP wilayah IV Bomberay menetapkan sejumlah rekomendasi dan keputusan politik dalam Rapat Pleno dewan Adat.
Rapat pleno yang diberlangsung di Kantor DAP wilayah III Mnukwar sejak 20-21 Oktober 2017 lalu selain di hadiri ketua-ketua DAP dua wilayah tersebut, tapi juga dihadiri empat pemateri yakni diantaranya, pertama, Direktur LP3BH manokwari, Yan Christian Warinussy yang memberikan materi terkait Dialog, Hak Menentukan Nasib Sendiri, ataukah Referendum.

Kedua, Dosen STIH manokwari, Marinus Nunggu Tawa, S.H.,M. Hum tebang “Menata ulang model kelembagaan DAP menurut masyarakat hukum adat Papua, di Provinsi Papua Barat.
Ketiga, Antropolog dan Dosen Unipa, Dr. I Murah Suryawan membawa materi tentang “Masyarakat adat di tengah deru Kapitalisasi: Relasi produksi dan Kelas”.
Demikian hal ini diungkapkan Plt Ketua DAP Wilayah III Domberay, Yohan A. Warijo dalam jumpa pers yang dilaksanakan, di Kantor DAP wilayah III Mnukwar, Minggu (29/10/2017).
Warijo menjelaskanan, beberapa rekomendasi yang ditetapkan dalam rapat pleno tersebut. Pertama segera melakukan rekonsiliasi internal kepemimpinan DAP, karena berdasarkan amanat Kongres Rakyat Papua II, Jayapura 29 Mei 2000 sehingga konferensi besar masyarakat adat Papua itu membentuk DAP sebagai wadah identitas solidaritas dan wadah koordinatif penyatuan perspektif dan saling menerima harus menjadi gagasan bersama dalam membangun kekuatan adat.
Penataan kelembagaan sesuai dengan statuta dan pedoman dasar DAP, dalam rekonsiliasi tersebut perlu merumuskan kerja bersama menuju Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua (KBMAP).
Kedua, melakukan konsolidasi internal di semua Dewan Adat Suku (DAS) dan segera melakukan musyawarah Dewan Adat Daerah di wilayah III domberay hingga tahun 2018.
Berikutnya adalah mempersiapkan konferensi wilayah III domberay tahun 2018 yang bertempat di Raja Ampat. Sedangkan untuk keputusan politik, Warijo mengatakan, dari hasil kajian dan analisis semua persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) baik kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
DAP menyimpulkan bahwa Pemerintah Jakarta telah gagal dalam membuat kebijakan untuk melindungi dan memproteksi hak hidup masyarakat adat Papua, sehingga keberlangsungan hidup masyarakat adat Papua akan menjadi terancam dan musnah di tanah leluhurnya.
Untuk itu, kata Warijo, DAP wilayah III Doberay dan DAP wilayah IV bomberay menyatakan dengan tegas menolak Dialog Jakarta-Papua atau Dialog Sektoral dengan skema Jakarta (Pemerintah Indonesia.
Mendukung Dialog Jakarta-Papua yang difasilitasi atau dimediasi oleh pihak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Dialog Jakarta-Papua harus dilakukan dengan jaminan keamanan oleh Pemerintah Indonesia dan PBB.
Berikutnya, Warijo mengutarakan, DAP juga telah menetapkan definisi keaslian Orang Asli Papua (OAP) yang selalu menjadi perdebatan, yakni pertama, generasi yang lahir dari garis keturunan Ayah dan Ibu Papua dan kedua, generasi yang lahir dari garis keturunan Ayah Papua dan Ibu non Papua.
Kemudian, terkait dengan penduduk di tanah Papua sudah diatur dalam Statuta DAP yang sudah tertuang dalam Bab II tentang masyarakat adat dan penduduk Papua yang terdiri dari pasal 3 ayat (1) tentang masyarakat adat Papua adalah penduduk pribumi Papua dari suku-suku dan marga-marga yang mendiami wilayah adat Papua, serta orang lain yang diterima dalam satu marga atau suku sesuai tradisi suku tersebut, tapi juga tunduk dan terikat pada norma atau nilai dan tatanan adat yang dianut. Ayat (2) terkait masyarakat adat Papua mempunyai hal milik mutlak atas tanah air Papua sesuai dengan sistem kepemilikan setiap suku.
Pasal 4 ayat (1) tentang penduduk Papua terdiri dari masyarakat adat Papua dan warga non masyarakat adat Papua yang mendiami dan hidup diatasi tanah Papua. Ayat (2) terkait Hak dan Kewajiban penduduk Papua di dalam kehidupan adat sesuai dengan norma-norma adat setiap suku bangsa Papua secara beradab dan bermartabat. (Free)