Kehadiran Otsus Belum Sepenuhnya Memenuhi Rasa Keadilan di Tanah Papua

Anggota DPR RI Dapil Papua, Willem Wandik S.Sos
Anggota DPR RI Dapil Papua, Willem Wandik S.Sos

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Otonomi Khusus (Otsus) di tanah Papua lahir dengan semangat “desentralisasi” yang bersifat khusus dengan tujuan untuk menyediakan perangkat regulasi yang melindungi kepentingan rakyat Papua.

Sebelum kehadiran Otsus diyakini akan menjalankan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Tanah Papua seperti yang diinginkan mayarakat Papua.

Namun kenyataannya, Otsus lahir di Papua selama 17 tahun belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat di Tanah Papua, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.

Demikian disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Daerah Pemilihan (Dapil) Papua, Willem Wandik S.Sos kepada PapuaSatu.com via selulernya, Kamis (22/11/2018) pagi.

Ia menegaskan, Otsus Papua telah menggaris bawahi bahwa tujuan pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam di Tanah Papua belum digunakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga mengakibatkan terjadinya kesenjangan  dengan daerah lain.

Disamping itu pengelolaan SDA masih mengabaikan hak-hak dasar penduduk asli Papua. “Sejumlah alasan strategis itulah, mengapa Otsus Papua dikreasikan oleh pembuat undang undang di Tahun 2001 silam,” ujar Willem Wandik.

Dikatakannya, pelaksanaan Otsus di lapangan terdapat banyak distorsi atau pemyimpangan, yang mereduksi samangat pelaksanaan Tujuan Pemberian Otsus bagi Tanah Papua sehingga berbagai tujuan yang telah di tetapkan dalam UU ini belum sepenuhnya bisa ditegakkan selama hampir 19 tahun (2001-2018).

Diantaranya, Otsus Papua mengakui adanya ketidakadilan “akses pembangunan” di Tanah Papua, mengakui belum ditegakannya hukum dan HAM di Tanah Papua, mengakui pengelolaan SDA bukan untuk kesejahteraan Rakyat di Tanah Papua, mengakui pengabaian terhadap hak hak penduduk asli Papua.

Namun pusat masih fokus pada treatment menyediakan “alokasi dana otsus dan dana afirmasi”, menjadikan Tanah Papua tergantung terhadap Pusat, dan tidak membiarkan Tanah Papua, mengelola sumber pendapatannya sendiri melalui perluasan basis PAD (pendapatan asli daerah) yang selama ini justru diperkecil dengan kewenangan “Pusat” dengan memonopoli sumber pendapatan dalam skala besar di seluruh sektor Pendapatan dan Pengelolaan SDA di Tanah Papua.

“Ini menjadi sumber masalah, yang tidak pernah mampu dimengerti oleh elit nasional, bahwa sebagian alokasi dana yang dikirim dari APBN, ikut di nikmati oleh Pengusaha Pengusaha Nasional,” tegas Willem Wandik.

Bahkan lanjut Willem Wandik bahwa BUMN nasional pun ikut menikmati dana Afirmasi yang disediakan oleh APBN untuk Tanah Papua. “Saya sangat paham dengan kondisi ini, karena selama 4 tahun bertugas di parlemen RI, dengan spesialisasi di komisi Infrastruktur,” tukasnya.

Dikatakannya, masih menyinggung satu aspek saja, yaitu permasalahan keadilan akses pembangunan, terkait pengelolaan sumber pendapatan dan pengelolaan SDA di Tanah Papua.

Belum lagi jika kita mengoreksi, persoalan penegakan hukum (law enforcement) dan penegakan HAM di Tanah Papua, yang masih banyal diderai dengan peristiwa penangkapan dan pembunuhan orang asli Papua di tanahnya sendiri, baik otsus eksis (ada), ataupun tidak ada, kondisi serupa tetaplah sama dan terus terjadi secara berulang di Tanah Papua.  “Ini persoalan kepatuhan aparatus negara terhadap komitmen penegakan hukum dan HAM di Tanah Papua,” cetu dia.

Ia berharap agar jangan sampai peristiwa yang sudah terjadi terus mencoreng wajah pemerintah pusat dimata dunia internasional.

“Kami sebagai tokoh parlemen yang berasal dari Tanah Papua sepenuhnya mendukung langkah-langkah dan upaya yang telah diinisiasi oleh Gubernur Papua, Kaka Lukas Enembe untuk melanjutkan revisi Otsus versi 2001 ke dalam rancangan RUU prolegnas yang akan merumuskan RUU Otsus Plus yang telah dimulai sejak Tahun 2013-2014 di era Pemerintahan Bapak SBY,” katanya

Untuk itu ia meminta kepada Presiden Jokowi untuk melanjutkan agenda Prolegnas RUU Otsus Plus, jika terpilih menjadi Presiden untuk periode berikutnya. “Ini penting bagi Tanah Papua, sebab secara regulasi, Otsus versi 2001 sudah jauh dari substansi, sebagian besar isi UU ini telah diamputasi oleh UU lain yang bersifat khusus yang diatur dengan kewenangan yang tidak lagi bersifat “khusus dan spesifik” bagi Tanah Papua,” tukasnya.

Willem Wandik mencontohkan, dulunya ketika Otsus Papua lahir di Tahun 2001, Tanah Papua mendapatkan jatah 100% Penerimaan Pajak PBB dan BPHTP, dibandingkan daerah lain yang masih di atur sebagian oleh pemerintah pusat.

Namun regulasi ini telah diubah dan telah diberikan kepada semua daerah dengan status Otonomi Biasa.. Lantas, apa kelebihan Otsus Papua pada saat ini?.. ini sama artinya label otsus papua  hanyalah “chasing Handphone saja”, wajah luarnya berpenampakan Handphone, tetapi isinya hanya “display” atau “pajangan” saja, yang indah dipandang mata, namun tidak berguna sama sekali..

“Mari bekerja bersama sama untuk mensukseskan agenda perjuangan parlemen RI, untuk merevisi Otsus versi 2001 menjadi RUU Otsus Plus,” pungkasnya. [loy]