JAYAPURA, PapuaSatu.com – Sebuah ironi terjadi dalam upaya Pomdam VII/Cenderawasih merealisasikan Pakta Integritas pemberantasan Minuman Keras (Miras).
Hal itu sebagaimana diungkapkan Kapendam VII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, yang ternyata upaya Pomdam Membantu memberantas peredaran Miras justru dinilai telah melanggar HAM.
“Sementara pelaku perdagangan miras yang nantinya berpotensi merusak moral ribuan warga Papua justru bebas dari tuntutan hukum,” ungkapnya setelah mendapat laporan tentang putusan sidang praperadilan dari PT SMJ Papua selaku pemasok Miras.
Pada putusan sidang yang digelar Jumat (21/9/2018), Pengadilan Negeri Klan 1A Jayapura telah memvonis permohonan pra peradilan yang menyatakan bahwa Pomdam telah melanggar hukum atas penyitaan Miras milik PT SMJ di Pelabuhan Jayapura beberapa waktu lalu.
“Pomdam berusaha mencegah peredaran miras di Papua guna menyelamatkan warga Papua dari pengaruh negatif Miras justru dianggap melanggar HAM, sedangkan Pelaku pengedar Miras yang pastinya akan merusak moral dan kehidupan ratusan bahkan ribuan warga Papua justru tidak disebut melanggar HAM,” tandasnya.
Menurutnya, kalau tindakan Pomdam itu dianggap melanggar HAM, maka pengadilan lebih memilih menghukum orang yang melakukan pelanggaran HAM terhadap 1 orang.
“Dimana orang tersebut telah dan akan melakukan pelanggaran HAM atau berpotensi merusak moral dan kehidupan terhadap ratusan bahkan ribuan orang,” tandasnya lagi.
Dijelaskan, bahwa dasar Pomdam dalam mengambil tindakan penahanan terhadap 2 kontainer miras adalah Perda Provinsi Papua dan Pakta Integritas yang ditandatangani oleh hampir seluruh pejabat di Papua.
“Namun ternyata Perda Prov. Papua hanya sekedar retorika tanpa makna, nyatanya tidak bisa diterapkan atau diaplikasikan di lapangan,” ungkapnya.
Termasuk Pakta Inegritas yang ditandatangani oleh hampir seluruh pejabat di Papua mulai dari Gubernur sampai para ketua DPR kabupaten di seluruh Papua, juga hanya sekedar sensasi yang seolah-olah hanya ingin menunjukkan kepada publik bahwa pemerintah peduli terhadap dampak negatif miras di Papua.
“Tetapi nyatanya hanya ibarat meludah kemudian dijilat sendiri. Namun Kodam dalam hal ini salah satu yang ikut bertandatangan pada Pakta Integritas tersebut masih bisa angkat kepala bahwa Kodam lah salah satunya yang mampu berkomitmen terhadap apa yang pernah disepakati dan ditandatangani bersama,” ungkapnya lagi.
Kata Muhammad Aidi, bila Pomdam dianggap salah Prosedur, lantas siapakah yang paling tepat bertindak sesuai Prosedur dalam menerapkan Perda dan Pakta Integiriatas tersebut?
“Apakah cukup dengan kalimat salah prosedur barang haram seketika menjadi halal?,” tanyanya.
“Bila yang berwenang sungguh-sungguh dan komitmen ingin memberantas peredaran miras sesuai amanah Perda dan Pakta Integritas, sekarang ini barangnya sudah di depan mata tidak perlu lagi diendus, diintai, disweeping dan lain sebagainya. Atau apakah aparat yang berwewenang hanya akan membiarkan barang tersebut beredar bebas ke masyarakat? Setelah itu aparat yang berwewenang akan menggelar operasi besar-besar melaksanakan pencarian, penggerebekan, sweeping dan lain-lan?,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, lanjut Aidi, Kodam XVI/Cenderawasih juga ingin mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada para pihak yang memiliki moral dan ketulusan, peduli terhadap keselamatan masyarakat dari pengaruh negatif Miras, dan selama ini telah mendukum Kodam dalam tindakannya.
Yang mana, masih ada tokoh-tokoh agama atau FKUB, tokoh masyarakat, gerakan pemuda anti Miras dan banyak pihak lain yang peduli dalam pemberantasa Miras di Papua, meski saat ini harus jadi penonton terhadap orang-orang yang akan merusak moral generasi Papua seakan-akan menari-nari merayakan kemengannya.
Penomena tersebut, kata Kapendam, juga merupakan isyarat bagi pengusaha-pengusaha di Papua maupun di luar Papua bahwa bisnis miras di Papua adalah bisnis yang sangat menggiurkan dan menguntungkan, serta aman dari segala hambatan hukum.[yat]