Permintaan Ketua JDP Agar Ada Gencatan Senjata antara TNI/Polri dan TPN/OPM Dinilai Keliru

1126
Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf. Muhammad Aidi
Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf. Muhammad Aidi

JAYAPURA, PapuaSatu.com –  Kapendam XVII/Cenderawai Kolonel Inf Muhammad Aidi menegaskan, bahwa hal yang tidak mungkin bagi Negara, dalam hal ini TNI dan Polri untuk melaksanakan gencatan (meletakkan) senjata, dengan TPN/OPM yang jelas melakukan pemberontakan dan melakukan serangkain kekerasan bersenjata yang membabi buta.

Hal itu diungkapkan Kolonel Aidi menanggapi statemen Ketua Jaringan Damai Papua (JDP), Dr. Pater Neles Tebay yang dalam perss releasenya baru-baru ini yang meminta minta agar TNI/Polri dan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) sama-sama meletakkan senjata agar bisa berdamai dan saling berangkulan.

“Bagaimana mungkin Negara dalam hal ini TNI/Polri dituntut melaksanakan gencatan senjata dengan pemberontak yang telah melakukan serangkaian aksi kekerasan? Ini cara berpikir yang sangat keliru,” tandas Kolonel Aidi.

Ia pun mempertanyakan mengapa Pater Neles Tebay tidak bersuara saat KKSB malaksanakan serangkaian aksi kekerasan, penyanderaan ribuan warga sipil di Tembagapura, pembakaran fasilitas umum (sekolah, rumah sakit) bahkan puluhan rumah warga di Banti Kompleks.

Tidak hanya itu, tapi juga penganiayaan dan pemerkosaan terhadap guru sukarelawan di Arwanop, penembakan terhadap pesawat sipil dan pembantaian terhadap warga bahkan anak kecil di Nduga, pembantaian terhadap pekerja jalan di Mugi, Sinak serta di tempat lain, penembakan terhadap aparat keamanan TNI/Polri di Puncak Jaya termasuk terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Serta rangkaian kejahatan dan kekerasan lainnya, Bapak Dr. Neles Tebay kok tidak pernah bersuara?,” ungkapnya.

“Giliran aparat keamanan sedang melaksanakan penegakkan hukum guna menjamin kepastian dan kewibawaan hukum di Negara berdaulat NKRI ini tiba-tiba Neles Tebay muncul minta aparat keamanan meletakkan senjata?,” ungkap Kolonel Aidi  penuh tanda tanya.

Ia pun menerangkan hakikat dan sifat-sifat sebuah Negara, yang dikutip dari seorang pakar ilmu politik Indonesia dan mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Prof. Miriam Budiardjo.

Ada tiga sifat Negara menurut Prof. Miriam Budiardjo, yakni bersifat memaksa, bersifat monopoli dan bersifat mencakup semuanya.

“Negara mempunyai sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal agar peraturan perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat tercapai dan timbulnya anarki dapat dicegah. Sarana untuk melakukan hal itu antara lain polisi, tentara, dan lembaga pengadilan,” ungkapnya.

Untuk sifat monopoli, Negara mempunyai sifat monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam hal ini negara dapat menyatakan, bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik, organisasi tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat dan Negara dan berpotensi merongrong kedaulatan Negara.

Dan untut sifat mencakup semua dalam artian bahwa semua peraturan perundang-udangan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Termasuk mereka yang menolak NKRI tapi hidup diwilayah NKRI. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar lingkup aktivitas negara, maka usaha negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.

“Bila memahami kutipan tersebut, maka TNI/Polri selaku alat Negara yang sah menurut UU wajib dipersenjatai. Tetapi sekelompok orang mengangkat senjata secara illegal, apalagi untuk melakukan perlawanan atau pemberontakan serta tindakan kekerasan terhadap Negara yang berdaulat tidak dibenarkan oleh hukum manapun di seluruh dunia,” ujar Aidi.

Dikatakan, bahwa tidak ada satupun Negara di seluruh dunia yang tinggal diam atau membiarkan bila di negaranya terjadi tindakan kekerasan, pemberontakan atau perlawanan terhadap Negara, termasuk Negara Vanuatu dan Solomon yang suka koar-koar mendukung pemberontak di Indonesia.

“Bila Neles Tebay menginginkan konflik vertikal di Papua berakhir, harusnya menghimbau saudara-saudara kita yang masih berseberangan menyerahkan diri dan senjatanya kepada pihak berwajib, karena perbuatan dan tindakan mereka nyata-nyata melanggar hokum,” ungkap Kolonel Aidi.

Lanjut Aidi, bahwa kehadiran TNI/Polri bukan untuk memusuhi rakyat, melainkan kelompok TPN/OPM atau yang disebut KKSB lah yang menyatakan permusuhan dan melakukan perlawanan terhadap Negara yang berdaulat.

“Bahkan beberapa waktu yang lalu KKSB viralkan lewat youtobe dan medsos lainnya bahwa KKSB menyatakan perang terbuka kepada TNI/Polri. Jadi jangan dibolak-balik kondisinya,” kata Aidi.

Soal perdamaian dengan KKSB, kata Kolonel Aidi, TNI/Polri selalu membuka tangan selebar-lebarnya bila mereka dengan kesadaran sendiri menyerahkan diri berikut senjatanya kepada pihak yang berwajib.

“Kami jamin keamanan dan keselamatannya. Sebagaimana yang dilakukan saudara-saudara kita yang sudah sadar dari mimpi-mimpi buruknya. Di beberapa wilayah mereka telah menyerahkan diri beserta senjatanya  bergabung ke NKRI seperti pada bulan Maret 2017 di Kab Puncak, kelompok TPN/OPM pimpinnan Utarenggen Telenggen beserta 155 orang sinpatisannya,” tutur Aidi.

Kemudian pada Bulan Desember 2017, di wilayah Tinggi Nambut, Kabupaten Puncak Jaya, yakni kelompok TPN/OPM pimpinan Wanis Tabuni (saudara kandung Goliat Tabuni beda Mama) bersama 277 simpatisannya, juga turun gunung dan mereka banyak yang sudah bekerja, seperti sebagai satpol PP mauun pekerjaan lainnya yang difasilitasi oleh Pemda Puncak Jaya.

Masih ada lagi, yakni pada bulan Agustus 2017 di wilayah Yapen Waropen, yaitu kelompok TPN/OPM pimpinan Corinus bersama 377 militan dan simpatisannya yang menyerahkan 30 pucuk senjata api dan campuran serta sejumlah amunisi dan menyatakan kesetiaannya kepada NKRI.

“Di sisi lain telah terjadi perang antar warga di Oxibil Pegunungan Bintang, di Wamena, Tolikara, Kwamki Mimika dan lain-lain. Kok Neles Tebay tidak membahas itu, tidak mendorong mereka untuk melaksanakan genjatan senjata?,” ungkap Kolonel Aidi.

Kalau peduli tentang perdamaian, lanjutnya,  sebagai koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) harusnya Neles Tebay juga dapat mengurus hal itu.

“Damaikan mereka jangan malah diam. Selaku koordinator JDP apa yg telah dilakukan Tebay untuk mendamaikan perang suku dan konflik antar warga di Papua?,” tandas Aidi.[yat]