Aksi 10 November di Manokwari, Dikawal Kapolres

1443

Caption Foto : Puluhan Mahasiswa dan Pemuda GEMPAR Papua mendatangi LP3BH dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Internasional 10 November 2017. Jum’at (10/11/2017), di Jl. Gunung Salju Manokwari, Provinsi Papua  Barat. (Free/PapuaSatu.com)

MANOKWARI, PapuaSatu.com – Puluhan Mahasiswa dan Pemuda yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa, Pemuda,  dan Masyarakat (Gempar) Papua di Manokwari mendatangi Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Internasional 10 November 2017.

Dari pantauan PapuaSatu.com,  aksi yang berlangsung Jum’at (10/11/2017) sekitar pukul 10.00 WIT itu dilakukan dari halaman kantor DAP Wilayah III Domberai di Jl.  Taman Makam Pahlawan. Massa mulai dikawal aparat kepolisian yang dipimpin Kapolres Manokwari,  AKBP christian RONI Putra melewati Jl. Swapeng menyusui Jl.  Reremi hingga tiba di Kantor LP3BH di Jl. Gunung Salju.

Dalam aksi itu massa terlihat membawa dan mengantar laporan tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat dalam kasus/peristiwa kematian dari 4 (empat) tokoh Papua yaitu Arnold C.Ap, BA (1984); DR.Thomas Wapai Wanggay, SH, LLM (1996); They Hiyo eluay (2001) dan Mako Tabuni (2013).

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Ketua Gempar Manokwari,  Septi Meidodga terkait dugaan hilangnya mantan Sersan dari Papoea Vrijwilligers Korps (PVK) atau Batalyon Kasuari Papua Permenas “Ferry” Awom tahun 1967.

Selain membawa spanduk, massa juga membawa beberapa pamflet yang berisi desakan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua sepanjang lebih dari 50 tahun melalui mekanisme hukum internasional.

Sementara,  Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari,  Yan Christian Warinussy dalam arahannya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada mahasiswa melalui Gempar yang sudah datang ke LP3BH dan mengadukan secara resmi dugaan pelanggaran HAM yang Berat sesuai aturan perundangan yang berlaku.

Maka,  katanya,  LP3BH  telah merespon perkembangan advokasi hak asasi manusia pada tingkat internasional dengan diangkat dan diusulkannya mekanisme penyelesaian persoalan pelanggaran HAM di Tanah Papua oleh diplomat Solomon Island Barret Salato pada sesi ke-36 pertemuan ke-18 Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss pada tanggal 19 September 2017 yang lalu.

“Negaranya Solomon Island (Kepulaua Solomon), Salato mengusulkan agar PBB memfasilitasi diselenggarakannya Dialog Konstruktif antara Indonesia dan Orang Asli Papua (OAP), guna membicarakan penyelesaian pelanggaran HAM yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun di Tanah Papua,”kata Warinussy.

Untuk itu,  Warinussy LP3BH perlu direspon segera oleh seluruh elemen perjuangan penegakan huku dan hak asasi manusia di Tanah Papua untuk mengumpulkan data mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM sepanjang lebih dari 50 tahun tersebut (1961-Sekarang).

Sehingga LP3BH mengambil prakarsa untuk membuka Pos Pengaduan Pelanggaran HAM di Tanah Papua oleh Negara sepanjang lebih dari 50 Tahun (1961-sekarang).

Berikutnya, DR.Ir,Agus Sumule selaku Ketua Badan Pengurus LP3BH Manokwari menyampaikan laporan-laporan pelanggaran HAM ke Pos Pengaduan di LP3BH Manokwari.

Sumule menyatakan bahwa LP3BH tentu akan menggunakan laporan para mahasiswa ini sebagai data dan akan dikaji serta diverifikasi secara mendalam sesuai metode investigasi HAM, guna melahirkan laporan yang benar-benar dapat digunakan dalam mendukung advokasi di tingkat internasional dan nasional.

Setelah menyampaikan orasi dan membacakan pernyataan mengenai dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua, para mahasiswa diwakili Septi Meidodga dan Wilson Wader bertemu Direktur Eksekutif LP3BH untuk menyampaikan pokok-pokok laporannya dalam format penerimaan pengaduan tentang pelanggaran HAM yang sudah disiapkan oleh LP3BH Manokwari. (free/nius)