JAYAPURA, PapuaSatu.com – Upaya masyarakat untuk menggagalkan perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) tidak melemahkan Dinas Sosial Kependudukan Catatan Sipil Provinsi Papua, untuk terus melakukan sosialisasi perekeman E-KTP.
“Memang ada yang menghantui masyarakat di Paniai untuk menolak perekeman E-KTP dan menganggap bahwa tidak bedanya dengan angka 666 anti Christ. Tapi bukan suatu tolak ukur bagi kami untuk gagal melakukan sosialisasi perekaman E-KTP,” kata Kepala Dinas Sosial, Kependudukan Catatan Sipil Provinsi Papua Ribka Haluk di Halaman Kantor Gubernur Papua, Dok II, Jayapura, Senin (22/1/2018).
Ribka menghimbau kepada tokoh gereja agar mensosialiasi bahwa opini E-KTP tak bedanya dengan angka 666 Anti Christ tidak benar. “Ini yang perlu kita lakukan, supaya masyarakat terlibat didalam perekaman E-KTP,” jelasnya.
Ia menegaskan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi perekaman E-KTP di Dogiay dan Paniai, meski ada surat dari masyarakat setempat bahwa menolak perekaman E-KTP dan memboikot Pelaksanaan Pemilu di daerahnya.
Menurutnya, dari hasil laporan yang diterima di kabupaten Dogiay ada perpindahan penduduk secara tak resmi dari Dogiyai ke Paniai, sehingga masyarakat memiliki E-KTP double.
“Begitu kami mendapat laporan langsung melakukan pengcekan ke Kementerian Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil, ternyata ada satu keluarga yang semua anaknya memiliki nama sama,” katanya.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua terus berupaya mendorong perekaman E-KTP langsung di Kampung-kampung diseluruh Bumi Cenderawasih. Pasalnya, sebanyak enam (6) Kabupaten di wilayah Provinsi Papua, diantaranya Paniai dan Dogiyai, ternyata belum optimal melakukan perekaman E-KTP. “Kami terus berupaya untuk melalukan koreksi kembali data-data penduduk,” ujar Haluk.
Bahkan selain melakukan perekaman E-KTP juga akan merevisi data-data anomali atau double untuk dikirim ke pusat sehingga Kependudukan dan Catatan Sipil Pusat membersikan data-data anomali kemudian duplikasi data lain-lain. “Kini hasilnya sudah keluar ke KPU menjadi data BP4, yang sudah paten,” katanya.
Perekaman E-KTP diseluruh Papua baru mencapai 30 persen. Tapi perekaman E-KTP tetap jalan. “Kalau yang sudah rekam punya hak misalnya belum ada belangko berarti harus diberikan surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota masing-masing, sehingga dia punya hak untuk memilih saat Pemilu. Jadi basisnya sudah ada hukumnya,” katanya.
Karena setiap orang yang melakukan hak pilih harus mempunyai E-KTP atau surat keterangan. “Kami terus mendorong, karena kalau tanpa E-KTP, konsekuensinya masyarakat tak ikut memberikan haknya pada Pilkada 2019.
Menurutnya, pihaknya menghimbau petugas perekaman E-KTP, untuk memakai sistem jemput bola di lapangan atau mendata langsung ke Kampung-kampung. “Tanpa E-KTP, maka segala hak masyarakat tak bisa terlayani secara baik,” jelasnya. [piet/loy]