Angka 666 Anti Christ Hantui Masyarakat Untuk Rekam E-KTP

1854

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Upaya masyarakat untuk menggagalkan perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) tidak melemahkan Dinas Sosial Kependudukan Catatan Sipil Provinsi Papua, untuk terus melakukan sosialisasi perekeman E-KTP.

“Memang ada yang menghantui masyarakat di Paniai untuk menolak perekeman E-KTP dan menganggap bahwa tidak bedanya dengan angka 666 anti Christ. Tapi bukan suatu tolak ukur bagi kami untuk gagal melakukan sosialisasi perekaman E-KTP,” kata Kepala Dinas  Sosial, Kependudukan Catatan Sipil Provinsi Papua Ribka Haluk di Halaman  Kantor Gubernur Papua,  Dok II, Jayapura, Senin (22/1/2018).

Ribka menghimbau kepada tokoh gereja agar mensosialiasi bahwa opini E-KTP tak bedanya dengan angka 666 Anti Christ tidak benar. “Ini  yang perlu kita lakukan,  supaya masyarakat  terlibat didalam perekaman E-KTP,” jelasnya.

Ia menegaskan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi perekaman E-KTP di Dogiay dan Paniai, meski ada surat dari masyarakat setempat bahwa menolak perekaman E-KTP dan memboikot Pelaksanaan Pemilu di daerahnya.

Menurutnya, dari hasil laporan yang diterima di kabupaten Dogiay ada perpindahan penduduk  secara tak resmi dari Dogiyai ke Paniai, sehingga masyarakat memiliki E-KTP double.

“Begitu kami mendapat laporan langsung melakukan pengcekan  ke Kementerian Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil, ternyata  ada satu  keluarga  yang semua anaknya memiliki nama sama,” katanya.

Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua terus berupaya mendorong perekaman E-KTP langsung di Kampung-kampung diseluruh Bumi Cenderawasih. Pasalnya,  sebanyak enam (6)  Kabupaten di  wilayah Provinsi Papua,  diantaranya Paniai dan Dogiyai, ternyata  belum optimal melakukan perekaman  E-KTP. “Kami terus berupaya untuk melalukan koreksi kembali data-data penduduk,” ujar Haluk.

Bahkan selain melakukan perekaman E-KTP juga akan merevisi data-data anomali  atau double untuk dikirim ke pusat sehingga   Kependudukan dan Catatan Sipil Pusat membersikan data-data anomali  kemudian duplikasi  data lain-lain. “Kini hasilnya sudah keluar  ke KPU menjadi data BP4, yang sudah paten,” katanya.

Perekaman E-KTP diseluruh Papua baru mencapai 30 persen. Tapi  perekaman  E-KTP tetap jalan. “Kalau yang sudah rekam punya hak misalnya belum ada belangko berarti harus diberikan surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil  Kabupaten/Kota masing-masing, sehingga dia punya hak  untuk memilih saat Pemilu.  Jadi basisnya sudah ada hukumnya,” katanya.

Karena setiap orang  yang melakukan hak pilih harus mempunyai   E-KTP atau surat keterangan. “Kami  terus mendorong,  karena kalau tanpa E-KTP, konsekuensinya masyarakat tak ikut   memberikan haknya pada  Pilkada 2019.

Menurutnya,  pihaknya menghimbau petugas perekaman  E-KTP, untuk memakai   sistem jemput bola di lapangan atau mendata langsung  ke Kampung-kampung. “Tanpa E-KTP, maka segala hak masyarakat  tak  bisa terlayani secara baik,” jelasnya. [piet/loy]