Dinas DP3AKB Koordinasi Penanganan Korban Kasus Kekerasan oleh Pasutri

40
Kadis DP3AKB Provinsi Papua, Josefientje B.Wandosa
Kadis DP3AKB Provinsi Papua, Josefientje B.Wandosa

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Papua, Josefientje B.Wandosa langsung sigap atas penanganan kasus kekerasan yang dilakukan pasangan suami istri di Organda kepada seorang anak balita berusia 5 tahun yang kini masih dalam perawatan medis di RS Bhayangkara Polda Papua.

Pasalnya, kasus kekerasan terhadap anak-anak balita berusia 5 tahun tersebut sudah mendapat atensi dari Penjabat Gubernur Provinsi Papua. Bahkan Pemrintah Pusat meminta untuk segera ditangani.

“Hari ini saya bersama staf DP3AKB akan melakukan rapat untuk membahas proses penanganan kasus yang sudah tren di kalangan masyarakat. Kami akan akan melakukan koordinasi baik itu pihak kepolisian maupun dari DPA3KB Kota Jayapura,” ujar Josefientje B.Wandosa

Josefientje mengatakan, pihaknya menyampaikan terimakasih kepada kepolisian yang begitu sigap menangani kasus tersebut dan juga kepada warga yang begitu cepat melaporkan kasus itu kepada pihak kepolisian.

Sejak kasus kekerasan ini viral, kata Josefientje,  langsung mendapat perintah dari Gubernur pada pertama apel perdana bahwa  kasus tersebut tidak ada kompromi bagi mereka yang melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga maupun kekerasan anak.

“Anak memang di lindungi oleh undang-undang perlindungan anak dan cukup keras sanksi yang harus diterima. Dan pa Gubernur sudah perintahkan jika pelaku adalah ASN harus ditindak juga sesuai undang-undang ASN,” ujarnya.

Oleh karena itu, tegas Josefientje, Pemerintah akan melihat dari dua sisi yakni undang-undang perlindungan anak dan juga undang-undang ASN, meski saat ini sedang dalam penanganan di pihak kepolisian.

“Dari sisi pemerintah Provinsi Papua, Gubernur Papua, meminta kita untuk meninjau dari ASN. Jadi kita aka berporses untuk menggunakan ASN, sementara untuk kasus kekerasan terhadap anak itu sendiri yang berjalan di polisi tentu akan  berporses sampai ke pengadilan,” ujarnya.

Ia menegaskan, kasus kekerasan baik itu di rumah tangga maupun kepada anak menjadi pembelajaran bagi orang tua lain di Papua,  karena undang-undang tidak memandang bulu bagi siapa yang menyakit seorang anak, baik orang tua kandung, orang tua angkat atau siapapun yang berada di sekitar anak tersebut.

Tentu, sambungnya, rapat internal yang dilakukan merupakan tindaklanjut atas perintah Pemerintah pusat untuk segera ditangani.

Masalah Sosialisasi dan Advokasi sudah dilakukan oleh DP3AKB Provinsi, termasuk pihak kepolisian, kejaksaan pengadilan, Dinsos, BKKbN,LBH ikatan psikolog. Tetapi itu tidak mudah untuk merubah paradigma masyarakat dengan cepat, karena dampak ada pada kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat, terutama kesulitan ekonomi.

“Semakin sulit hidup, maka tidak serta merta 10-15 tahun akan merubah paradigma. Salah satu yang dilakukan panisme adalah dengan cara diviralkan di social media oleh teman teman wartawan yang selalu mengupdate berita-berita terhadap kasus ini,” tukasnya.

Oleh karena itu, kasus ini menjadi pembelajaran terhadap orang tua lain. “Kita berterimakasih, kasus yang sudah ditangani oleh kepolisian menjadi efek jera bagi yang lain, apalagi kasus nanti dikenakan undang-undang berlapis, mulai dari UU KDRT, UU Perlindungan anak dan juga undang-undang ASN,” ujarnya.

Sekeda diketahui, kasus kekerasan terhadap balita berusia 5 tahun berininsial L ini dilakukan oleh pasangan suami istri yang berprofesi sebagai Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Papua, pada Sabtu 4 Januari 2025 di Perum Organda, Padang Bulan Distrik Heram. [loy]