Caption Foto : Konsultan Tim 30, JS Serpara saat menjelasakan kepemilik tanah milik 30 orang diatas lokasi pembangunan RS Internasional milik Pemkot di Koya Barat, distrik Muara Tami di hadapan Ketua dan anggota Komisi I DPR Papua, 3 November 2017 akhir pecan kemarin ( Nius/PapuaSatu.com)
**Konsultan Tim 30 Tempuh Jalur Hukum Jika Pemkot Tak Ganti Rugi
JAYAPURA, PapuaSatu.com – Lokasi pembangunan Rumah Sakit Internasional milik Kota Pemerintah Jayapura yang terletak di Koya Barat, distrik Muara Tami meninggal persoalan dan aksi protes dari para pemilik sertifikat.
Pasalnya, pembangunan RS Internasional tersebut dibangun tanpa pemberitahuan maupun pembayaran kepada Tim ‘30’ yang mengklaim sebagai pemilik tanah diatas pembangunan RS Internasional dengan luas tanah 3 H dari 4 H lokasi pembangunan.
Ketua Komisi I DPR Papua, bidang Pertanahan, Elvis Tabuni beserta Wakil Ketua Komisi I, Orwan Tolly Wonne, Sekretaris Mathea Mamoyau, anggota Tan Wie Long, Laurenzus Kadepa, Emus Gwijangge, dan Yanuarius Douw langsung turun ke lokasi untuk melakukan hearing/dialog dengan tim ‘30’ pada, 3 November 2017.
Dalam Hearing/Dialog, Konsultan Tim 30, JS Serpara membuka secara terang menderang diatas kepemilikkan tanah pembangunan Rumah Sakit Internasional milik Pemerintah Kota Jayapura tersebut.

Serpara siap memasangkan badan untuk kepemilik tanah kepada Tim 30 selaku pemilik tanah dan yang memiliki sertifikat. Pasalnya, sejak kelurnya sertifikat tanah saat itu, Serpara menjabat Kepala Kantor Pertanahan Provinsi Irian Jaya (Papua saat ini) dan menyerahkannya langsung kepada , 30 orang yang dianyatakan sah sebagai pemilik tanah.
Serpara pun mengaku jika dirinya memiliki bukti kuat kepemilikan lahan yang sekarang dibangun RS Internasional ini, termasuk surat pelepasan adat dari Lewi Ramla.
“Ada bukti yang kami pegang karena saya sendiri yang menyerahkan sertifikat tanah kepada mereka (Tim 30),” jelas JS Serpara dihadapan para ketua dan anggota Komisi I DPR Papua dalam hearing/dialog.
Serpara merasa herang karena tanah milik tim ‘30’ telah digusur dan dibangun RS Internasional oleh Pemkot Jayapura, dengan alasan ada sertifikat yang dikeluarkan BPN Kota Jayapura hak pakai atas nama Pemkot Jayapura.
“ ya, alasan mereka (Pihak Pemkot) mempunyao sertifikat yang dimiliki James Ramla. Padahal, banyak bukti yang dimiliki 30 warga pemilik tanah sebenarnya,” katanya.
Bahkan, lanjut Serpara, Sertifikat di atas tanah Pembangunan itu lebih dulu dimiliki oleh tim ‘30’ yang saat itu masih Provinsi Irian Jaya. “ ini kan aneh, kenapa mereka membuat sertifikat diatas sertifikat lalu melakukan pembangunan,” katanya.
Ia menegaskan, persoalan sudah pernah disampaikan kepada Walikota Jayapura, DR Benhur Tommy Mano saat menjabat pada periode pertama. Namun penyampaian itu pada saat maju kembali sebagai walikota pada Periode kedua.
“ saat itu Walikota menyampaikan bahwa persoalan ini akan diselesaikan setelah proses pilkada selesai. Nah, sekarang pilkada sudah selesai tapi kenapa tidak diselesaikan,” katanya.
Jika hal itu tidak diselesaikan untuk ganti rugi diatas tanah ini, maka Serpara meminta kepada Pemerintah Kota Jayapura untuk tidak melarang tim ‘30’ menghentikan aktifitas diatas pembangunan tersebut.
Bahkan, ia mengaku akan menempuh jalur hukum di pengadilan Negeri Jayapura. “ kami ada bukti kuat dan apabila tidak diganti rugi maka tetap akan menempuh jalur hukum yang ada di Negara ini,” tukasnya.
Sementara itu, Koordinator Tim 30, Nicko Tukayo meminta Pemkot Jayapura mengganti rugi kepada kelompok 30 yang sebagai pemilik sah tanah tersebut. “Hukum di negeri ini sudah buta, tajam ke bawah rakyat miskin, tapi tumpul ke atas,” katanya.

Untuk itu, ia meminta kepada Komisi I DPR Papua untuk membuat rekomendasi untuk membantu kelompok 30 agar mendapatkan haknya dan membayarnya. “Tidak perlu dengar pendapat, itu buang-buang waktu. Kami minta rekomendasi agar dibayar kepada kelompok 30 ini,” pungkasnya.
Kepala Bidang Penanganan Perkara Kanwil BPN Papua, M Mentang mengatakan jika BPN sudah membentuk tim untuk menyelesaikan masalah tanah itu.
“Kami sudah menerima pengaduan dari kelompok 30, kami sudah membentuk tim dan menguji sertifikat yang dikeluarkan BPN Kota Jayapura. Tapi kami tegaskan bahwa meski tanah sudah bersertifikat, masih bisa dibatalkan, baik oleh putusan pengadilan atau kesalahan administrasi,” tegasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Komisi I DPR Papua, Mathea Mamoyao meminta Pemkot Jayapura bersama instansi terkait untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sedangkan, Laurenzus Kadepa mendesak DPR Papua membuat rekomendasi kepada Pemkot Jayapura untuk menyelesaikan masalah tanah tersebut.
“Mestinya, tidak perlu panjang lebar, tapi DPR Papua membuat rekomendasi kepada Pemkot untuk membayar hak mereka atas tanah yang sudah diklaim ini,” tandasnya. (nius)