SORONG, PapuaSatu.com – Misi pencegahan dan pemberantasan korupsi terus berlanjut di Papua. Kali ini, tim kolaborasi Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berkeliling di kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Tim bergerak untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan, salah satunya pendampingan pemerintah daerah (pemda) untuk penertiban pajak dan retribusi, demi menyelamatkan kas daerah.
Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, melalui siaran persnya menegaskan, penertiban ini harus dilakukan secara masif agar tidak timbul lubang besar pada pendapatan asli daerah (PAD).
“Kita lakukan pendampingan lapangan dari pulau ke pulau di Raja Ampat, untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha, penertiban pajak daerah, sekaligus memastikan sistem pemungutan oleh pemda,” jelas, Senin (08/07/2024).
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, PAD Kabupaten Raja Ampat sendiri baru mencapai 4,15 persen dengan nilai pajak dan retribusi yang tidak lebih dari 1,08 persen di tahun 2023.
Untuk itu, agar akuntabel dan transparan, KPK melakukan pendampingan pada kedua sisi krusial yakni Pemda dan swasta. Dian menambahkan, pihaknya memastikan bahwa Pemda menerapkan mekanisme pemungutan pajak dan retribusi yang efektif dan akuntabel, meliputi penggunaan sistem yang transparan, terintegrasi, dan minim celah korupsi.
“Upaya pencegahan kebocoran pajak ini penting untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah dan mencegah potensi kerugian negara. Tentunya perlu pengawasan agar tidak ada lagi potensi kebocoran pajak daerah, baik melalui mekanisme gratifikasi, pungutan liar, maupun manipulasi data. Namun, di sisi lain pelaku usaha juga kami lihat terkait kewajiban pajaknya,”ujarnya.
Sebelumnya, menempuh perjalanan laut dengan kapal, selama 5 jam tim kolaborasi Korsup Wilayah V melakukan pendampingan pada pemda untuk mengunjungi empat hotel yang diketahui bermasalah. Empat hotel tersebut bertempat di tiga pulau berbeda, yakni Pulau Urai, Pulau Gam, dan Pulau Mansuar.
Data Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) menunjukkan, masih ada tiga depot air minum, empat restoran, serta dua hotel lain yang masih bermasalah dengan pajak dan retribusi di Kabupaten Raja Ampat. Bahkan nilainya mencapai Rp220,5 juta untuk pajak hotel dan Rp43 juta untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Saat melakukan pendampingan, kami juga mendengar masukan dan masalah dari sisi pelaku usahanya. Sehingga bisa diketahui, apa kendala yang dihadapi di swasta dan pemda,”tuturnya.
Praktik Pungli Beratkan Pelaku Usaha
Selain itu, KPK juga menerima laporan dari pelaku usaha tentang beberapa permasalahan di lapangan, meliputi pungutan liar oleh oknum masyarakat kepada wisatawan hotel.
Setiap kali kapal wisatawan menuju lokasi diving, oknum masyarakat meminta Rp100 ribu hingga Rp1 juta per kapal.
“Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang, sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp50 juta per hari dan Rp18,25 miliar per tahun,”jelas Dian.
Lalu, pungutan liar berupa pembayaran tanah yang ditagih oknum masyarakat kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel. Dalam hal ini, KPK terus mendorong Pemkab Raja Ampat untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.
Di sisi lain, Sekretaris Daerah (Sekda) Yusuf Salim menjelaskan, adanya pendampingan dari KPK, pemerintah daerah dan swasta langsung berbenah terhadap kewajibannya. KPK juga mampu memberikan kepercayaan pada swasta untuk mendorong pembayaran pajak secara berkala.
“Pihak pelaku usaha atau swasta jadi melihat bahwa kami juga diawasi oleh lembaga lain. Sehingga kehadiran KPK ini bisa mendorong optimalisasi pajak dan retribusi daerah yang lebih efektif.
Kami juga mengakui jika pemda belum memaksimalkan sumber daya alam di Papua Barat Daya ini, sehingga memicu pelaku usaha abai,”tuturnya.
Meski demikian, Yusuf menegaskan pihaknya akan terus melakukan perbaikan di Kabupaten Raja Ampat, agar tidak terjadi lagi potential loss terhadap PAD atau pajak dan retribusi daerah, dengan nilai kerugian yang lebih besar.[free]