
SENTANI, PapuaSatu.com – Setelah melakukan serangkaian rapat dan siding pembahasan 11 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), Fraksi Bhineka Tunggal Ika (BTI) menyatakan menolak perubahan Perda Nomor 9 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha.
Sementara itu, empat fraksi lain, yaitu Fraksi Gerindra, Fraksi Nasional Demokrat, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi PDI Perjuangan, menyatakan menerima seluruh Raperda yang diantaranya 6 Raperda usulan dewan dan 5 Raperda usulan eksekutif, untuk disahkan sebagai Peraturan Daerah (Perda).
Hal itu terungkap dalam rapat paripurna IV DPRD Kabupaten Jayapura untuk mendengar laporan pendapat akhir fraksi-fraksi dewan, sebagai bagian Rapat Paripurna I Masa Sidang II Tahun 2020, di ruang sidang DPRD Kabupaten Jayapura, Selasa (21/7/20).
Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Jayapura, Klemens Hamo, Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayantoro, dan didampingi Wakil Ketua I Dan Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Jayapura, enam Raperda usulan dewan dan lima Raperda usulan pemerintah mendapat kesimpulan diterima dan diberi nomor keputusan dalam sidang DPRD, yakni keputusan Nomor 3 Tahun 2020 Tanggal 21 Juli 2020.
Terkait penolakan atas perubahan atas Perda tentang retribusi jasa usaha tersebut, menurut Wagus Hidayat selaku Ketua Fraksi BTI, bahwa dimasukkannya Raperda tersebut secara prosedural tidak sesuai.
“Pertama karena Raperda itu masuk di tengah jalan, dan tidak pernah ada pemberitahuan kepada Bapemperda,” ungkap Wagus Hidayat yang juga anggota Bapemperda tersebut.
Dikatakan, bahwa pada awalnya Raperda usulan dewan yang masuk dalam agenda sidang antara lain, Raperda Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin; Raperda tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Kampung; Raperda Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dan Retribusi Tera/Tera Ulang; Raperda Tentang Kepelabuhanan, dan Raperda Tentang Kampung Wisata;
“Namun kemudian kepelabuhanan ini diganti dengan retribusi jasa. Oleh karena itu, kami konsisten Raperda tersebut kami tolak, karena tidak pernah dibahas maupun diuji publik. Itu sudah cacat,” tegasnya.
Wagus Hidayat pun menyatakan belum mengetahui secara pasti isi perubahan yang dilakukan atas Perda No 9 tersebut, namun pada intinya adalah untuk menaikkan tarif restribusi jasa usaha dari 20 persen menjadi 30 persen.
“Padangan kami, kalau itu dinaikkan, tapi kalau tidak diimbangi dengan tata kelola yang baik, pelaksanaan yang baik, pengawasan yang baik di lapangan, percuma,” terangnya.
Penolakan Raperda, yang meski Raperda tersebut merupakan usulan dewan, Wagus Hidayat menegaskan bahwa Fraksi BTI tidak mau menerima begitu saja sementara hal itu tidak sesuai prosedur.
“Kami harus jelaskan ke publik, walaupun itu inisiatif dewan sendiri,” tegasnya Wagus Hidayat yang berharap hal itu bisa menjadi bahan perbaikan kedepan agar pembahasan Raperda dilakukan sesuai prosedur, terutama terkait uji publiknya.
Ketua DPRD Kabupaten Jayapura, Klemens Hamo mengungkapkan bahwa penolakan Fraksi BTI atas Raperda tersebut merupakan hak politik dari Fraksi tersebut.
Untuk Raperda usulan dewan, bahwa dewan memiliki hak inisiatif untuk membuat Raperda, yang menjadi harga diri kedewanan.
Klemens Hamo pun berharap semua anggota dewan bisa kompak dalam mengawal apa yang menjadi program kerja kedewanan.
“Kalau kita mau membangun daerah ini, bukan kami mengukur bahwa kami ini hebat, kami ini pintar, kami ini kaya raya, kami ini semua-semua ada. Tapi kami ini saya mengajak untuk kali ini harus bersatu. DPR ini dengan Pemda harus bersatu, maka apa yang kita impikan bisa terwujud.[yat]