MANOKWARI, PapuaSatu.com – Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy menyoroti proses penangan kasus penambangan emas ilegal yang di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Papua Barat.
Kasus penambangan emas ilegal yang diterjadi di Distrik Kebar, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat itu melibatkan 5 Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok yakni Wu Haian, Wu Dongping, Wu Bajin, Wu shijun dan Zheng Lianghua.
Menurut Warinussy, dalam kasus ini terdapat dua alat berat yang sempat di lihatnya diantaranya berupa excavator merek caterpilar ‘diparkir’ dengan tanda garis pilisi (police line) di halaman Mapolda Papua Barat tepatnya di sebelah Kantor Dinas Dukcapil) Kabupaten Manokwari.
“Muncul pertanyaan saya sebagai sesama insan penegak hukum di daerah ini, kenapa si pemberi si pemilik alat berat tersebut tidak ikut dimintai pertanggung-jawaban pidananya? Apakah ada perjanjian sewa atau lisan serta tulisan?,”tulis Warinussy melalui press releasenya yang diterima PapuaSatu.com, Selasa (17/10/2017) malam.
Namun, kata Warinussy, apabila ada perjanjian, maka inilah petunjuk penting bagi polisi untuk menyelidiki lebih jauh keterlibatan pemilik alat berat tersebut dalam perkara itu. Tapi juga operator alat-alat berat tersebut juga tidak dilibatkan dan atau dimintai pertanggung-jawaban hukum?
“Selain itu, kenapa pilot asing yang pernah menerbangkan pesawat helikopter dari dan ke lokasi pertambangan tersebut, termasuk di lokasi Kali Wasirawi – Sidey juga tidak tersentuh hukum,”tanya Warinussy.
Kemudian, lebih jauh Warinussy pertanyakan, kenapa terdakwa-terdakwa seperti Ramli Antana dan Rupidi maupun yang lain yang sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari saat ini hanya sendiri dihadapkan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya?
“Sementara para pemilik ulayat yang juga telah menikmati hasil dari kegiatan yang dikategorikan sebagai pertambangan ilegal di Kali Wasirawi-Sidey tersebut juga tidak dimintai keterangan dan atau pertanggung-jawaban pidananya oleh penyidik Polda Papua Barat kala itu?,”kata dia.
Kemudian, beber Warinussy, kenapa fokus penyelidikan dan penyidikan hanya diarahkan kepada pasal 158 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batubara saja?
Sedangkan menurutnya, kegiatan “pengelolaan” tambang ilegal tersebut justru juga menggunakan alat-alat berat yang diduga keras melakukan pengrusakan terhadap lingkungan alam kali di lokasi Kali Wasirawi-Sidey maupun Tambrauw?
“Kenapa penyidik tidak menggunakan juga Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ? Atau undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,”ujar dia.
Namun, kata dia, jika memang benar dikatakan bahwa perbuatan para tersangka atau pelaku adalah merugikan negara, dari sisi pidana dan tentu bukan saja adanya pelanggaran pidana pada aspek ijin pertambangan semata tapi juga aspek pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup tentu.
“Saya juga mempertanyakan eksistensi dan tanggung-jawab instansi pemerintah terkait yang bertanggung-jawab di bidang perijinan pertambangan maupun lingkungan hidup,”sebut.Warinussy.
Dimana, lanjut dia, sekian lama kegiatan “pertambangan ilegal” ini berlangsung di wilayah hukum dan administratif Provinsi Papua Barat, tapi pimpinan dan staf SKPD di bidang pertambangan dan energi maupun pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup tidak tahu sama sekali?.
“Bagaimana bentuk pengawasannya? apakah ada sosialisasi dan pendidikan hukum kepada masyarakat (adat) di wilayah Distrik Sidey-Kabupaten Manokwari maupun Kabupaten Tambrauw yang wilayah adatnya diperkirakan memiliki potensi sumber daya alam mineral (emas) mengenai aturan perundang-undangan yang berlaku,”ucap Warinussy.
Dirinyanya menyarankan, khusus kasus “tambang emas” ilegal di Kali Wasirawi dan Tambrauw ini seharusnya dapat digunakan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat sebagai pimpinan daerah untuk mulai menilai dan mengukur kinerja stafnya pada SKPD teknis terkait.
Menurutnya, bukannya saja Gubernur, tetapi juga Bupati Manokwari dan Bupati Tambrauw bersama-sama dengan Gubernur dan SKPD terkait seharusnya juga dapat mendorong pengembangan perekonomian rakyatnya dengan mengelola pertambangan rakyat sebagaimana diatur di dalam Pasal 21-26 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasalnya, hal ini tentu selain memberi manfaat bagi terciptanya sumber pendapatan tetap rakyat atau adat juga memberi income bagi daerah dan meminimalisir dampak pengrusakan lingkungan dan pemborosan sumber daya alam setempat.
“Tentu aspek perijinan menjadi tanggung-jawab pemerintah dalam menatanya dengan memberi sosialisasi dan pemahaman hukum yang baik kepada masyarakat setempat sehingga meminimalisir terjadinya perbuatan melawan hukum sebagaimana saat ini sedang diproses di Polda Papua Barat,”tandas Warinussy. (Free)