Uncen Nyatakan Gelar S1 dan S2 JWW Sah Tanpa Rekayasa

1801

Mantan Sekretaris Kopertis Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, Metha Gomis saat memberikan kesaksian dalam sidang sengketa Pilgub Papua 2018 di Kantor Bawaslu Papua, Senin (05/03/2018). Foto : Arie Bagus/PapuaSatu.com

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Sidang sengketa pemilihan gubernur Papua kembali bergulir di ruang rapat Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua-Kota Jayapura, Senin (05/03/2018) siang.

Sidang ketiga kali dengan  agenda Bawaslu selaku pimpinan sidang mendengar keterangan saksi baik dari pihak termohon (KPU) Papua maupun saksi dari pihak Pemohon  yakni pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Papua, Lukas Enembe-Klemen Tinal.

Keterangan saksi untuk menguatkan Bawaslu atas gugatan Pemohon (Lukmen) terkait ditetapkannya John Wempi Wetipo sebagai calon gubernur Papua KPU, yang diduga menggunakan ijazah palsu.

Pantauan PapuaSatu.com, sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua Bawaslu Provinsi Papua, Peggy Watimena menghadirkan tiga orang saksi, dua diantaranya dari pihak pemohon (tim kuasa hukum Lukmen) dan satu saksi dari pihak termohon (KPU Papua).

Ketua Solidaritas Peduli Demoraksi Papua (SPDP), Yan Matuan dalam kesaksiannya di hadapan Ketua Bawaslu Provinsi Papua mengungkapkan, dirinya bersama masyarakat setempat pernah menggelar aksi yang sama ketika Jhon Wempi Wetipo menjabat sebagai Bupati Kabupaten Jayawijaya.

“Waktu itu kami melakukan protes karena kita tahu yang bersangkutan menggunakan ijazah atau gelar yang tidak sah sehingga kami terus melakukan protes dengan menggelar kembali aksi di Kantor Bupati Jayawijaya hingga beradu argument saat berorasi. Saat itu JWW memerintahkan ajudannya untuk memukul saya,” kisah Matuan dihadapan sidang.

Lanjutnya, usai dipukul Matuan sempat dirawat di rumah sakit Wamena dan sempat melakukan visum, serta melaporkan tindakan tersebut ke Polres Jayawijaya untuk dilakukan proses hukum, namun laporan tersebut nampaknya diacuhkan oleh aparat kepolisian setempat.

“Satu tahun kemudian tiba-tiba ditengah jalan, JWW berubah lagi gelarnya dari S.Sos, M.Par menjadi SH, MH. Dan kemarin dia melakukan pendaftaran ke KPU dengan gelar yang baru itu. Lalu kami melakukan protes dengan menyampaikan aspirasi serta mengadukan bahwa yang bersangkutan ini bermasalah” tambah Matuan.

Meski telah menggelar aksi protes dan menyampaikan aspirasi ke KPU terkait dugaan penggunaan ijazah palsu tersebut, menurut Matuan aksi tersebut sama sekali tidak dihiraukan oleh KPU sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah di Provinsi Papua.

“Jadi karena itu kami mengadukan ke sini di Bawaslu. Karena itu kami semua ini bisa bertemu disini, kemarin saya juga sudah ketemu dengan rector terkait dengan ini dan saya sudah dapat bukti forensiknya bahwa yang bersangkutan ini dengan gelar yang bermasalah mengambil studi S2 di Uncen” tukas Matuan.

Diakhir kesaksiannya, Matuan meminta kepada Bawaslu untuk membatalkan penetapan Jhon Wempi Wetipo sebagai calon gubernur Papua. Karena dirinya menilai KPU Papua tidak cermat dalam melakukan verifikasi berkas yang diajukan oleh yang bersangkutan.

Sementara itu saksi kedua yang merupakan mantan sekretaris Kopertis Wilayah XIV, Papua dan Papua Barat, Metha Gomis mengungkapkan bahwa dirinya sudah memeriksa buku induk namun tidak menemukan mahasiswa atas nama Wempi Wetipo.

Dimana Nomor Induk Mahasiswa (NIK) yang digadang-gadang digunakan oleh Wempi Wetipo bukanlah NIK dari yang bersangkutan melainkan NIK tersebut merupakan milik dari mahasiswa bernama Sadio.

Kendati demikian,  Metha dalam kesaksiannya  menegaskan, dirinya tidak berhenti begitu saja. Ia terus mencermati buku induk tersebut dan hasilnya tidak menemukan mahasiswa atas nama Wempi Wetipo.

“ Ternyata memang tidak pernah ada mahasiswa di Stisipol Silas Papare yang bernama Jhon Wempi Wetipo dalam daftar kopertis Papua dan Papua Barat,” ungkapnya.

Menurutnya jika memang benar ada mahasiswa lulusan Stisipol Silas Papare dibawah Kopertis XIV atas nama John Wempi Wetipo, maka setiap blanko lulusan sebelum dikirim dan ditandatangani oleh koordinator kopertis.

“Blanko tesebut harusnya ditandatangani oleh rektor dari masing-masing perguruan tinggi terlebih dahulu. Kejanggalannya itu terlihat dari tanda tangan dan penulisan huruf dalam nama yang bersangkutan” tukas Metha.

Selanjutnnya, saksi ketiga yang dihadirkan oleh pihak termohon yakni Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen), DR. Yustus Pondayar, SH, MH yang ditugaskan oleh Rektor Uncen untuk memberikan keterangan tersebut mengakui keabsahan ijazah Strata I dan II yang diperoleh calon gubernur Papua, JhonWempi Wetipo.

“Sewaktu mendaftar yang bersangkutan mendaftar bukan menggunakan ijazah SI hukum melainkan dengan ijazah yang ia peroleh dari Stisipol jadi bisa melanjutkan studi S II” tutur Yustus.

Dirinya mengakui bahwa pernah mendengar ijazah yang diperoleh yang bersangkutan itu bemasalah namun tidak mengikuti perkembangan kabar tersebut lebih lanjut.

Sekali lagi dirinya menegaskan bahwa ijazah S I dan S II yang dikeluarkan oleh UNCEN kepada yang bersangkutan tersebut asli apa adanya tanpa rekayasa.

Saat ditanyai oleh Ketua Bawaslu terkait waktu studi yang diikuti oleh Jhon Wempi Wetipo dirinya mengakui bahwa yang bersangkutan menyelesaikan studi S I hukumnya dalam waktu tiga setengah tahun.

“karena waktu itu kita mengadakan semester pendek. Jadi pada semester IV yang bersangkutan bisa naik keatas untuk semester VI dan pada Semester V bisa ambil yang semester VII sehingga yang bersangkutan bisa selesai dalam waktu yang singkat. Jadi ijazah itu sah” tuturnya.

Sementara untuk jenjang pendidikan S II diungkapkannya bahwa yang bersangkutan menyelesaikan studi tersebut dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh pihak Universitas yaitu dua tahun. [abe]