Foberja Nilai KPU Papua Ikut Bohongi Masyarakat Jayawijaya

1947

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Wakil  Ketua Forum Bersatu Rekonsiliasi Jayawijaya (FOBERJA), Bartolomeus J Paragaye menilai, KPU Provinsi Papua ikut membohongi masyarakat Jayawijaya atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Jhon Ricard Banua-Marthin Yogobi.

Pernyataan yang disampaikan Kominioner KPU Divisi Hukum Tarwinto di media cetak dan elektronik bahwa penyampaian Foberja terkait LHKPN hanya isu. “Pernyataan itu sangat  keliru karena kami dari Foberja telah menyerahkan surat resmi kepada KPU Papua atas pelanggaran yang dilakukan Jhon-Marthin tertanggal, 19 Maret 2018 lalu,” kata Kata Bartolomeus kepada wartawan, Rabu (28/3/2018).

Bartolomeus menegaskan, Foberja menyampaikan pelanggaran secara tertulis kepada KPU Papua, sehingga  KPU Papua harus membalasnya secara tertulis bukan menyebutkan sebatas isue dan di sampaikan dimedia masa. “ini sangat tidak profesional sebagai lembaga hukum negara,” katanya.

Ia menegaskan, pernyataan yang disampaikan KPU Papua tidak punya dasar hukum sehingga sangat keliru atas pernyataan yang disampaikan lewat media karena pernyataan itu mengutip informasi tanpa landasan hukum dengan mendengar cerita orang lain.

Bartolomeus menjelaskan, pasangan Jhon-Marthin melakukan pendaftaran tangal 9 Januari 2018 dan semua calon mendaftar. Namun pendaftaran kedua pada tanggal 19-21 Januari 2018, hanya pasangan Bartolomeus Paragaye dan Rony Elopere yang mendaftar, sedangakan pasangan John-Marthin tidak mendaftar ke KPU.

“Jhon Banua hanya datang dengan seorang diri ke KPU Jayawijaya dengan membawa sebuah surat dari DPP Partai Hanura ke KPU yang menyatakan tidak mendukung calon Bartolomeus Rony Elopere. Dia tidak mendaftar namun KPU Jayawijaya mengakui itu sebagai pendaftaran pasangan. Ini telah terjadi pembohongan kepada rakyat. Harusnya KPU bicara aturan PKPU bukan membohongi rakyat,” katanya.

Kemudian, lanjut Bartolomeus, seharusnya KPU harus menindaklanjuti surat KPU RI dengan Nomor : 148/PL.03.2-SD/06/KPU/11/2018 yang menyatakan pasangan Joh-Marthin dinyatakan tidak sah, karena LHPKN yang dilaporkan ke KPK-RI telah melampaui batas akhir masa perbaikan, yang seharusnya  LHKPN dilaporkan pada tanggal per tanggal 20 Januari, namun dilaporkan pada tanggal 23 Januari 2018.

Dikatakannya, surat yang dikeluarkan KPU RI merupakan hasil koordinasi yang dilakukan dengan KPK RI tertanggal 8 Januari 2018 dan KPK menyatakan bahwa pasangan calon Jhon-Marthin tidak memenuhi syarat dan tidak ada yang namanya perpanjangan waktu.

“Berdasarkan hasil koordinasi itumaka KPU RI mengeluarkan surat tertanggal 9 Januari 2018 dengan nomor 148/PL.03.2-SD/06/KPU/11/2018 yang menyatakan pasangan Joh-Marthin dinyatakan tidak memenuhi syarat. Jadi ini sudah jelas bahwa KPU Jayawijaya termasuk KPU Papua telah membongi  masyarakat Jayawijaya,” tukasnya.

Selain LHKPN, pasangan John-Marthin juga tidak melampirkan SPT 5 tahunan, surat keterangan tidak memiliki hutang dari bank.

“Surat pengadilan dikeluarkan kalau ada surat keterangan dari Bank-bank di Wamena, hrus didukung data itu tapi kenapa tidak ada dalam syarat pencalonan. Padahal dalam peraturan PKPU adalah syarat untuk diserahkan bagi setiap calon kepala daerah,” tukasnya.

Persyaratan lain, Ijazah SD dan SMP tidak dilampirkan, ada Ijazah SMA-sarjana juga tidak dilegalisir. “Dasar inilah kami sampaikan dalam sidang DKPP dan DKPP sudah mengakui bahwa ada keterlambatan dan dinyatakan bermasalah, namun KPU menghalalkan semua cara untuk meloloskan Jhon-Marthin sebagai calon bupati dan wakil Bupati,” katanya.

Bartolomeus menegaskan, selama KPU tidak menjawab apa yang telah disampaikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh John-Marthin maka, masyarakat  terus bertanya-tanya.

“Apabila tidak mendapatkan jawaban dan KPU membiarkannya, maka patut diduga bahwa KPU sengaja menciptakan konflik di kabupaten Jayawijaya yang selama ini sudah baik. Masyarakat menanti aturan hokum bukan memainkan hokum,”  tukasnya.

Kendati demikian, Bartolomeus meminta kepada masyarakat jayawijaya untuk  dewasa dalam melihat masalah ini secara baik karena masyarakat punya hak membicarakan kebenaran diatas tanahnya sendiri. [loy]