Giliran MRP Tolak RUU Pesantren yang Mengatur Urusan Sekolah Minggu

1481
Caption: Ketua Pokja Agama MRP Yoel Mulait,SH.
Caption: Ketua Pokja Agama MRP Yoel Mulait,SH.

JAYAPURA,PapuaSatu.com – Penolakan terhadap RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan (RUU PPK) yang di dalamnya juga mengatur  tentang Sekolah Minggu dan Katekisasi, terus mengalir dari Papua.

Setelah FKUB Provinsi Papua secara tegas menolak RUU tersebut, kini giliran MRP melalui Pokja Agama menyatakan penolakannya.

Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Mulait, SH mengatakan, RUU PKK  ini sangat diskriminatif dan semangatnya tidak jelas, karena itu MRP sebagai lembaga representatif orang asli Papua menyatakan secara tegas menolak RUU PPK tersebut untuk disahkan menjadi suatu undang-undang.

Alasan penolakannya,  selain diskriminatif, RUU yang  digodok ini  juga terkesan menabrak UU 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang semangatnya jelas, yaitu UUD 45 , tidak ada diskriminasi,  setiap warga negara punya hak yang  sama, termasuk  hak mengelola Pendidikan.

“Nah kalau sekarang  melalui inisiatif DPR-RI menggodok RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, berarti itu hanya RUU akal-akalan untuk melakukan  pembatasan-pembatasan kebebasan menjalankan agamanya, misalnya sekolah minggu harus  ada ijin dari Kementerian Agama, syaratnya harus ada minimal 15 orang pesertanya, padahal itu tidak bisa dipisahkan dari peribadatan rutin,”jelasnya kepada Papuasatu.com,di kantor MRP, Kamis (1/11).

Ditambahkan, kalau RUU ini diberlakukan Jakarta,maka itu  suatu bentuk tekanan negara  atas kebebasan beragama di negara yang berpenduduk heterogen ini,  dan itu  melanggar Hak Asasi Manusia.  Sebab  logikanya, jika sekolah Minggu dan katekisasi harus ada ijinnya, berarti  setiap ibadah rutin di gereja juga  harus ada ijin, ini yang tidak benar, kita tolak,”katanya.

Diakui,di daerah tertentu  gereja saja sudah dibangun bertahun-tahun banyak ditutup dengan alasan tidak ada ijinnya, padahal ijinnya sengaja dipersulit dan tidak diberikan. Sekarang kalau  sekolah minggu atau katekisasi harus ada ijin pemerintah, ini jelas tidak benar.

Untuk itu MRP menyatakan menolak RUU PPK yang sedang dibahas. Jika ini tetap dipaksakan, maka Papua siap menggunakan UU nomor 21 tentang Otsus pasal 56 yang memberi ruang  untuk  pendidikan dan kebudayaan dengan megabaikan UU yang tidak nasionalis,  karena tidak sejalan dan tidak mengakomodir kepentingan semua anak bangsa. [sn/sony]