JAYAPURA,PapuaSatu.com – Penolakan terhadap RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan (RUU PPK) yang di dalamnya juga mengatur tentang Sekolah Minggu dan Katekisasi, terus mengalir dari Papua.
Setelah FKUB Provinsi Papua secara tegas menolak RUU tersebut, kini giliran MRP melalui Pokja Agama menyatakan penolakannya.
Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Mulait, SH mengatakan, RUU PKK ini sangat diskriminatif dan semangatnya tidak jelas, karena itu MRP sebagai lembaga representatif orang asli Papua menyatakan secara tegas menolak RUU PPK tersebut untuk disahkan menjadi suatu undang-undang.
Alasan penolakannya, selain diskriminatif, RUU yang digodok ini juga terkesan menabrak UU 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang semangatnya jelas, yaitu UUD 45 , tidak ada diskriminasi, setiap warga negara punya hak yang sama, termasuk hak mengelola Pendidikan.
“Nah kalau sekarang melalui inisiatif DPR-RI menggodok RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, berarti itu hanya RUU akal-akalan untuk melakukan pembatasan-pembatasan kebebasan menjalankan agamanya, misalnya sekolah minggu harus ada ijin dari Kementerian Agama, syaratnya harus ada minimal 15 orang pesertanya, padahal itu tidak bisa dipisahkan dari peribadatan rutin,”jelasnya kepada Papuasatu.com,di kantor MRP, Kamis (1/11).
Ditambahkan, kalau RUU ini diberlakukan Jakarta,maka itu suatu bentuk tekanan negara atas kebebasan beragama di negara yang berpenduduk heterogen ini, dan itu melanggar Hak Asasi Manusia. Sebab logikanya, jika sekolah Minggu dan katekisasi harus ada ijinnya, berarti setiap ibadah rutin di gereja juga harus ada ijin, ini yang tidak benar, kita tolak,”katanya.
Diakui,di daerah tertentu gereja saja sudah dibangun bertahun-tahun banyak ditutup dengan alasan tidak ada ijinnya, padahal ijinnya sengaja dipersulit dan tidak diberikan. Sekarang kalau sekolah minggu atau katekisasi harus ada ijin pemerintah, ini jelas tidak benar.
Untuk itu MRP menyatakan menolak RUU PPK yang sedang dibahas. Jika ini tetap dipaksakan, maka Papua siap menggunakan UU nomor 21 tentang Otsus pasal 56 yang memberi ruang untuk pendidikan dan kebudayaan dengan megabaikan UU yang tidak nasionalis, karena tidak sejalan dan tidak mengakomodir kepentingan semua anak bangsa. [sn/sony]