SD Inpres Dobonsolo Dipalang Warga

2107
SD Inpres Dobonsolo Dipalang
Caption : Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura, ketika mengambil data, di SD Negri Inpres Dobonsolo Kelurahan Dobonsolo Distrik Sentani Kabupaten Jayapura. Senin (23/7/2018) pagi. Foto : Tinus Yigibalom/PapuaSatu.com

SENTANI, PapuaSatu.com – Pemilik hak ulayat melakukan pemalangan terhadap Sekolah Dasar (SD) Negeri Inpres Dobonsolo Kelurahan Dobonsolo Distrik Sentani Kabupaten Jayapura, Senin (23/7/2018) pagi.

Pemalangan tersebut dikarekan selama 32 tahun diklaim Pemerintah Kabupaten Jayapura dalam hal ini Dinas Pendidikan telah menggunakan lahan masyarakat tanpa ada ganti rugi kompensasi lahan seluas 100X60 meter persegi, oleh karenanya pemilik hak ulayat meminta ganti rugi tanah sebesar Rp 1 juta per meter persegi.

“Jadi selama ini pemerintah tidak pernah memperhatikan hak-hak tanah adat, oleh karena itu kami buat begini supaya pemerintah bisa buka mata ,” ucap Kordinator pemalangan SD inpres Dobonsolo kepda awak media.

Lanjutnya, bukan sekolah ini saja tetapi ada beberapa juga yang belum di perhatikan pemerintah yakni SD inpres Komba, SMP Negri 2 Kemiri, SMA Negri 1 Kemiri.

“Jadi kami tidak mau kalau sekarang ini kami palang disini kemudian minggu depan palang yang lainnya lagi, oleh karena itu cukup pemalangan SD Dobonsolo ini akan jadi pusat pembahasan dari empat sekolah ini, dalam menjawab ganti rugi hak ulayat,” ujarnya.

Dikatakan, untuk saat ini dari dinas pendidikan sudah mengambil data untuk menjadi topik pembahasan pada pertemuat antara Bupati dan DPR Kabupaten Jayapura dalam menjawab hal ini.

“Dari dinas pendidikan sudah mengambil data ke kami untuk melaporkan ke Bupati dan DPR, dan pada saat pengambilan data mereka tidak memberikan kami batas waktu untuk mejawab persoalan ini, jadi tentunya tetap duduk dan tidak akan mundur sampai ada kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah baru kami mundur,” pungkasnya.

Ia berharap, kedepannya pemerintah harus bisa memperhatikan hal seperti ini agar tidak ada kendala dan peesoalan yang terjadi di kemudian hari.

“Kami berharap hal ini bisa jadi bahan pembelajaran buat pemerintah agar kedepanya tidak mengganggu proses belajar mengara di sekolah dan juga pihak hak ulayat bisa merasakan kenyamana agar kedepannya komunikasi antara pihak pemerintah, sekolah dan hak ulayat bisa terjalin dengan baik,” harapnya. [tyi/loy]