Apa Sesungguhnya Dialog Sektoral Jakarta-Papua??

388

LP3BH : Wacana Ini Sempat Mendapat Respon Negatif Dari Rakyat Papua 

MANOKWARI, PapuaSatu.com – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy angkat bicara soal Dialog Sektoral Jakarta-Papua.

Pasalnya, informasi tentang apa yang dimaksudkan dengan Dialog Sektoral yang akhir-akhir ini sempat mendapat respon negatif dari rakyat Papua. Khususnya dari kalangan kelompok-kelompok resisten di Tanah Papua.

Warinussy mengatakan, berdasarkan pengamatannya sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua bahwa dialog sekotoral adalah sebuah gagasan dimana para pemangku kepentingan (stake holders) seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten dan kota) serta kementerian dan lembaga maupun investor serta badan usaha milik negara maupun badan usaha milik daerah serta kalangan swasta, dunia usaha maupun rakyat serta TNI dan POLRI serta organisasi kemasyarakatan dan LSM.

“Semua pemangku kepentingan tersebut dilibatkan dan terlibat penuh dalam membahas berbagai topik seperti pembangunan infra struktur  diantaranya jalan raya, jembatan, dermaga laut, lapangan terbang dan rel kereta api,”kata Warinussy melalui proses releasenya yang diterima PapuaSatu.com,  Kamis (2/11/2017).

Lanjut Warinussy, mengenai pelayanan kesehatan, pendidikan, pertambangan, industri, kehutanan, perikanan dan kelautan maupun soal keamanan, penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.

Pertemuan inilah yang disebut dialog sektoral, karena dalam setiap pertemuan dan dialog akan dibahas dan dicarikan cara pemecahan atas setiap sektor kegiatan pembangunan di Tanah Papua secara komprehensif.

Dicontohkannya, kasus, mengenai rencana pembangunan jalan trans Papua Barat melintas dari Manokwari ke Sorong, atau Manokwari ke Windessy dan Wasior atau Manokwari menuju Bintuni.

Pertanyaannya, bilamana jalan-jalan trans Papua Barat tersebut selesai terbangun dalam bentuk moderen (beraspal) atau menjadi jalan tol, rakyat papua yaitu Orang Asli Papua (OAP) akan mendapat keuntungan (benefit) seperti apa dari adanya jalan tersebut?

Berapa banyak OAP yang memiliki kendaraan pribadi maupun kendaraan angkutan untuk dapat mengakses jalan tersebut sebagai sarana guna meningkatkan pendapatannya?

Atau misalnya rencana pemasokan energi listrik pasca dibangunnya train 3 Kilang LNG Tangguh di Distrik Sumuri-Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2020 nantinya. Dimana direncanakan energi gas alam cair dari LNG Tangguh akan dialirkan untuk memasok tenaga listrik ke seluruh wilayah Provinsi Papua Barat bahkan juga wilayah Provinsi Papua.

Pertanyaannya, berapa sesungguhnya kebutuhan pasokan listrik tiap keluarga penduduk Provinsi Papua Barat? Khususnya keluarga OAP di Papua Barat membutuhkan listrik berapa kilowatt? atau berapa megawatt?

“Saya kira secara kasat mata kita dapat memperoleh data bahwa OAP membutuhkan listrik untuk penerangan di rumah masing-masing, dan juga untuk peralatan elsktronik seperti televisi, radio, tape recorder, kulkas, mesin cuci, mesin pompa air serta penerangan publik”ujarnya.

Lalu kelebihan dari kebutuhan listrik OAP, misalnya untuk menggerakkan mesin produksi berbentuk pabrik es, pertukangan, perbengkelan, jasa kontruksi, industri dan sebagainya apakah ini juga dimiliki dan dikuasai serta dikelola oleh OAP atau tidak?

Apakah bukan justru dengan kelebihan energi listrik tenaga gas alam tersebut justru bakal menjadi faktor pemicu laju migrasi spontan dari luar Papua yang pada gilirannya tidak terkendali dan tak bisa dikontrol yang pada saatnya menjadi pemicu terjadinya tindak kriminal dan penyakit sosial kemasyarakatan lainnya di Tanah Papua, khususnya Papua Barat?

“Disinilah pentingnya OAP harus terlibat dan sebaiknya melibatkan diri untuk ambil peran sesuai kapasitas dan kapabilitasnya masing-masing dalam dialog sektoral tersebut, demi menyelamatkan diri serta tanah dan sumber daya alam miliknya dari “bahaya” dan atau faktor negatif dari pembangunan yang sepanjang sisa 2 tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo nantinya,”tandas Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” Tahun 2005 dari Canada itu.  (Free)