Kampak Papua Minta Pemprov Cabut Ijin Perusahaan Tambang di Nabire

1504

JAYAPURA, PapuaSatu.com – Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (KAMPAK) Papua mendatangi Kantor Gubernur Papua, Rabu (01/11/2017).

Kedatangan Kampak ke Kantor Gubernur tersebut untuk meminta kejelasan dari ijin usaha perusahaan tambang yang beroperasi Kabupaten Nabire, karena berdasarkan data yang Kampak Papua kumpulkan, banyak sekali tambang – tambang illegal yang beroperasi di Kabupaten tersebut dan tidak memenuhi ijin usaha pertambangan yang ada.

Johan Rumkorem. Foto : Arie Bagus

Johan Rumkorem yang ditemui PapuaSatu.com usai aksi tersebut mengatakan, potensi korupsi terbesar di Papua adalah dari sektor pertambangan karena menurutnya ijin usaha pertambangan di Papua sampai saat ini tidak tidak jelas dan tidak tepat sasaran.

“Dari ijin usaha pertambangan ini ada indikasi kerugian Negara yang terjadi didalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu yang terjadi saat ini di Papua khusunya di Kabupaten Nabire” tukasnya.

Menurtnya, ijin-ijin yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan hanyalah ijin eksplorasi bukanlah ijin untuk produksi “namun fakta di lapangan perusahaan perusahaan itu melakukan produksi. Oleh karena itu kami curiga ada potensi korupsi dalam ijin-ijin yang dikeluaekan tersebut” tambahnya.

Mewakili seluruh masyarakat Papua ia meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua untuk mengeluarkan Perdasus untuk ijin usaha pertambangan wilayah adat Papua.

“Untuk perdasus ini kami minta segera dibuatkan secara khusus. Supaya ini bisa singkron dengan Undang-undang  Otsus bahwa orang Papua juga menikmati hasil bumi yang ada berdasarkan Undang-undang Otsus”.

“Perusahaan yang saat ini beroperasi di Nabire ini kami minta agar segera dicabut ijinnya, karena mereka ini illegal dan itu adalah permintaan masyarakat adat” terangnya.

Johan menyebutkan bahwa Freeport menjadi sebuah cerminan perusahaan tambang yang beroperasi di Papua dan dalam kontrak karyawa belum selesai hingga saat ini. Namun kehadiran Freeport bukan hanya penyelesaian masalah tapi terus terjadi konflik politik, sosial dan ekonomi. “Itu terjadi karena tambang-tambang rakyat ini harus dilihat,” katanya.

Oleh karena, Johan menyarankan agar ada sebuah regulasi atau ada perdasus, agar masyarakat adat ini tidak ditindas oleh kepentingan perusahaan-persuahaan asing yang mau datang untuk keruk keuntungan di Tanah Papua.

” Freeport adalah cermin perusahaan asing beroperasi di Papua kalau ada lain lagi masuk bagaimana dengan orang Papua” pungkasnya.

Asisten Bidang Perekonomian dan Kesra Sekda Papua, Drs Elia I Loupatty,MM menerima aspirasi masyarakat. Ia menegaskan, Pemprov Papua akan mengundang Aspratama dan KAMPAK untuk membahas hal tersebut dalam pertemuan yang berlangsung di Dinas ESDM Provinsi Papua pada Jumat (3/11/2017) nanti.

“Nanti kita bahas lebih lanjut lagi ,terima kasih sudah mengingatkan pemerintah, pak gubernur tentu memberi perhatian penting kepada anak-anak Papua termasuk regulasi soal tambang ini nanti kita bahas lebih lanjut lagi,”pungkasnya. (Abe)