Kerja sulit tapi Makan Elit. Tratau cari uang tapi Mau belanja Elit. Kerja sedikit tapi Minta yang Elit. Trada uang baru nanti pergi tawar tawar harga di mama-mama Papua, tapi kalo ada uang lari ke Orang Pendatang tanpa minta uang kembali. Bukan main!
*I. Natal*
Natal atau lahir, merupakan peristiwa luar biasa dalam sejarah umat manusia yang pernah terjadi di Kota Yehuda, Betlehem, Israel. Natal terjadi melalui kedua orang sederhana yaitu Maria yang merupakan gadis Desa dan Yusuf yang adalah kuli (tukang kayu). Kelahiran seorang Raja Damai (pendamai antara Allah dan Manusia)di tengah hiruk-pikuk dunia.
Kelahiran Tuhan Yesus Kristus penuh kesederhanaan. Bahkan hal itu pandang sebagai hal yang tidak layak dalam sepanjang sejarah umat manusia. Sebab kelahiran seorang raja harus penuh hiasan, Sorak-sorai, sukacita dll.
Kebanyakan orang merayakan natal dalam kemewahan, Ada juga melakukan open house, ada juga berbagi kado, ada juga yang berbagi kasih dan Makan bersama keluarga. Namun sedikit orang yang memaknai natal dengan Doa dan renungan serta puasa.
*II. Natal Di Papua*
Kebanyakan orang di tanah Papua natal diidentikan dengan Makan dan minum. Orang Papua sangat mementingkan hal-hal lahiriah seperti Makanan, minuman, pakaian baru, rumah baru, dekorasi atau hiasan dan lainnya dibandingkan dengan memaknai kelahiran Isah Al-Masih atau Tuhan Yesus Kristus.
Padahal orang Papua saat ini hidup dalam ketakutan, ketidaknyamanan, kaku, teror, intimidasi, hidup di pengungsian dan lain sebagainya.
Setelah saya melihat fakta beberapa tahun belakangan ini dan terlebih di tahun 2024 ini, banyak orang Papua yang Hidup konsumtif. Tidak bisa menghasilkan sesuatu. Hidup hanya memikirkan diri sendiri (hedonis) dan nilai-nilai sosial semakin menurun.
Memang orang Papua ada pada situasi yang persis dan mungkin lebih buruk dari situasi waktu itu saat kelahiran Isah Al-Masih di Betlehem Tanah Yudea, Israel.
Para pengungsi asal Nduga, Maybrat, Pegunungan bintang dan lainnya belum Pulang ke kampung halaman. Mereka belum bisa kerja untuk menghidupi keluarga. Mereka berada dibawa tekanan batin yang luar biasa. Mereka berada dalam kondisi trauma karena keluarga mereka yang ditembak, disiksa dan ditangkap di depan mata mereka. Rumah Mereka bakar dan dibombardir.
Ini situasi tidak normal. Buruk. Rusak dan hancur.
Kelahiran Yesus Kristus seharusnya memberikan harapan, Sukacita dan damai melalui gereja Tuhan kepada Gereja Tuhan yang lain.
Namun Betapa egoisnya Gereja Tuhan di tanah Papua yang merayakan kelahiran Isah Al-Masih dengan penuh Pestapora, Pakaian elite serta menghamburkan makan-minum didalam komunitas Mereka. Ini Sama halnya dengan merayakan atas penderitaan saudara sendiri.
Tuhan Yesus Kristus mengambil sikap dan posisi yang sangat jelas. Ia berpihak pada orang-orang lemah, Orang yang terabaikan, orang-orang Sundal, orang-orang marginal, Ia menentang keras orang-orang yang sok suci berkedok Agama atau tempat-tempat ibadah. Yesus Kristus juga menentang orang-orang yang memperkaya diri berkedok agama.
*III. Kehidupan Boros dan Konsumtif Orang Papua di Bulan Desember.*
Jika kita menoleh kebelakang dalam sejarah kekristenan, Jemaat mula-mula dalan sejarah kekristenan mengatakan bahwa Orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus mengumpulkan harta mereka untuk kepentingan bersama. Yang dimaksud dengan harta mereka disini adalah segala sesuatu yang menjadi milik mereka dari hasil kerja kerasnya sendiri.
Mereka mengumpulkan harta dan memberikan kepada orang-orang yatim-piatu, Janda dan orang-orang yang tidak mampu atau mereka yang susah dalam segala hal.
Mereka melakukan itu dengan penuh semangat dan sukacita Karena natal telah lahir dalam diri Mereka. Tidak ada paksaan. Tidak karena perasaan. Tidak karena takut dikeluarkan atau diperkatakan buruk oleh anggota kristen lainnya. Melainkan inisiatif sendiri sebagai orang percaya.
Mereka tidak mengharapkan pemerintah kekaisaran Romawi saat untuk mendapatkan bantuan. Membantu orang-orang yang memerlukan bantuan.
Ini merupakan sejarah gereja mula-mula yang penting untuk dihidupkan kembali bagi gereja Tuhan masa kini.
Situasi di Tanah Papua setelah dianeksasi oleh Negara Indonesia melalui PEPERA 1969, Kehidupan sosial budaya berubah begitu cepat. Kehidupan ekonomi berubah. Kehidupan kesehatan dan pendidikan berubah. Perubahan ini telah terjadi dan sedang terjadi secara masif, terstruktur dan sistematis.
Orang Papua yang dulunya pekerja keras, kini menjadi konsumtif yang aktif. Dulunya hidup saling membantu, sekarang mementingkan diri sendiri. Ini suatu budaya baru yang tumbuh subur di Papua. Belum dengan bantuan pemerintah secara cuma-cuma, yang menuju pada Miras, Ganja, Perjudian dan lain sebagainya. Ini merupakan rantai kematian yang dirancang secara terang-terangan, sistematis, terstruktur dan masif di tanah Papua.
Saya melihat di momen natal ini orang Papua ketika ada uang tidak mau membeli segala sesuatu dari orang Papua sendiri. Ini merupakan kemunduran terbesar.
Di bulan Desember hampir seluruh Umat Kristiani di daerah pegunungan melakukan pesta natal. Namun sayangnya kebanyakan orang Papua di wilayah pegunungan suda tidak beternak babi, ayam, telur dll. Sehingga mereka harus membeli babi , ayam, telur dll kepada orang-orang pendatang.
Ada juga orang Papua yang tidak membeli kepada orang Papua sendiri dengan berbagai alasan. Sala satunya adalah jangkauan harga. Namun itu wajar sebab babi merupakan alat tukar, alat perdamaian, bahan segala pesta, dll. Termasuk sayur-mayur.
Baik pejabat, ASN dan TNI-Polri orang Papua suka membeli yang murahan. Yang menggunakan pupuk non-organik. Mereka hanya melihat warna dan kulit tanpa melihat isi dan kualitas gizi. Hal ini menimbulkan banyak penyakit dalam tubuh orang Papua.
Jadi, Orang pendatang tahu bagaimana dapat mengambil uang atau keuntungan dari orang Papua dengan cara yang sopan dan mematikan. Sementara orang Papua sendiri tidak menyadari hal ini.
Hanya Beberapa orang yang telah sadar akan hal ini sebagai bentuk kolonialisme yang harus di lawan. Dan hanya sedikit dari mereka yang telah terjun dalam Medan perlawanan.
Ini adalah natal dalam Kolonialisme yang menyiksa bbatin.[Penulis : Yefta Lengka -Aktivis Kemanusiaan dari Wamena]