Tiga Kandidat Bupati Minta PSU Jayapura Ditunda

844
Tiga kandidat Bupati Jayapura, Yanni SH , Gotlif Ohee dan Jansen Monim menunjukan pernyataan sikap untuk meminta penundaan PSU, di Kantor KPU Kabupaten Jayapura Jumat (21/7/2017). Foto : Abe Yurie – Papuasatu.com

JAYAPURA,PapuaSatu.Com – Tiga kandidat Bupati Jayapura masing-masing calon nomor urut 1, Yanni SH, calon nomor urut 3 Gotlif Ohee dan calon nomor urut 5, Jansen Monim meminta pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kabupaten Jayapura yang diagendakan KPU Papua akan digelar 9 Agustus 2017 ditunda.

Permintaan penundaan yang disampaikan ketiga kandidat Bupati Jayapura ini tertuang dalam pernyataan sikap yang dibacakan langsung oleh Bupati Jayapura nomor urut 3 Gotlif Ohee dalam keterangan persnya di Jayapura, Jum’at (21/7/2017).
Gotlif dalam pernyataan sikap yang dibacakan mengatakan, sebagai peserta pilkada Kabupaten Jayapura menilai dan berpendapat bahwa KPU Papua sebagai KPU Jayapura telah bersikap tertutup alias tidak transparan dan tidak demokratis dalam mempersiapkan pelaksanaan PSU di kabupaten Jayapura.
Sebab, sejak Putusan DKPP Nomor 46/DKPP-PKE-VI/2017 dan Nomor 88/DKPP-PKE-VI/2017 dikeluarkan hingga saat ini kami sebagai peserta pemilihan tidak pernah sekali pun diundang untuk membicarakan masalah pelaksanaan PSU, termasuk masalah tahapan, program dan jadwal PSU.
“Sampai saat ini, tidak pernah ada pemberitahuan secara resmi mengenai jadwal pelaksanaan PSU, seluruh proses persiapan pelaksanaan PSU dilakukan secara diam-diam dan tertutup, padahal kami adalah pihak yang pertama kali yang mengungkap adanya pelanggaran pada pemungutan suara sebelum, hingga akhirnya melahirkan keputusan PSU di 17 distrik,” tegas Gotlif.
Untuk itu, kata dia, ketiga kandidat Bupati Jayapura berpendapat jika KPU Papua sebagian KPU kabupaten Jayapura telah melanggar asas keterbukaan, profesionalisme dan akuntabilitas dalam proses pelaksanaan PSU.
Selain itu, lanjut Gotlit Ohee, dalam amar putusan DKPP secara tegas dan jelas menyatakan memerintahkan KPU Papua mengambil alih pelaksanaan PSU pada 17 distrik dari 19 disrrik dengan keharusan mengevaluasi jajaran penyelenggara.

Tiga kandidat Bupati Jayapura, Yanni SH , Gotlif Ohee dan Jansen Monim bertemu Waka Polres Jayapura, Kompol Iip Syarif Hidayat. SH untuk melaporkan penyelengaraan PSU Kabupaten Jayapura. Foto : Abe Yurie – Papuasatu.com

Namun, ketiga kandidat itu menilai jika faktanya KPU Papua sebagai KPU Jayapura hanya melaksanakan PSU di sebagian TPS atau 229 TPS di 17 distrik, bukan keseluruhan TPS yang ada di 17 distrik yakni 308 TPS.
“KPU Papua sebagai KPU Jayapura tidak sepatutnya membuat tafsir yang berbeda dari amar putusan DKPP, karena KPU Papua sebagai KPU Jayapura tidak memiliki kewenangan menafsirkan putusan DKPP dan memilah-milah atau mengurangi jumlah TPS yang di PSU untuk kepentingan calon tertentu.
“Dengan fakta ini, kami menilai KPU Papua sebagai KPU Jayapura sudah tidak lagi bersikap independen, mandiri, jujur dan adil dalam menyelenggarakan PSU,” tandasnya.
Selain mengurangi jumlah TPS yang harus di PSU, KPU Papua juga tidak melaksanakan evaluasi terhadap jajaran penyelenggara sebagaimana diperintahkan DKPP.
Hal ini menunjukkan KPU Papua sebagai KPU Jayapura tidak memiliki niat dan komitmen dalam menghadirkan jajaran penyelenggara yang profesioanl dan kredibel.
Terkait pembentukan agenda pembentukan PPD dan PPS dan KPPS, KPU Papau patut diduga telah melakukan pembohongan publik.
“Sebab, berdasarkan jadwal yang kami temukan tercatum pembentukan PPD, PPS dan KPPS pada tanggal 16 – 19 Juli 2017, namun faktanya proses pembentukan PPD, PPS dan KPPS dimulai sebelum tanggal 16 Juli 2017. Ini bukan masalah sederhana, tapi masalah serius, yang memiliki dampak yang sangat besar, karena diluar jadwal yang ditentukan tanpa memberitahukan kepada masyarakat, peserta pemilihan maupun pengawasa pemilihan, menyebabkan pembentukan itu luput dari pengawasan, itu mengasumsikan mengelabuhi masyarakat, peserta pilkada dan panwas yang berdampak pada akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam pilkada,” tandasnya.
Dengan fakta-fakta itu, ketiga kandidat menilai pelaksanaan PSU yang dilakukan KPU Papua sebagai KPU Jayapura, lebih buruk dari pelanggaran yang terjadi pada pemilihan sebelumnya.
“Pelanggaran dalam proses PSU saat ini, lebih nyata dan terencana, sehingga kami menyatakan sikap untuk meminta KPU Papua sebagai KPU Jayapura untuk menghentikan segala kegiatan yang terkait dengan proses penyelengaraa PSU, karena apa yang dilakukan bertentangan dengan putusan DKPP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Ketiga kandidat Bupati Jayapura ini meminta KPU Papua sebagai KPU Jayapura menunda jadwal pelaksanaan PSU. “Kami minta KPU Papua untuk konsisten melaksanakan putusan DKPP Nomor 46 dan Nomor 88 khususnya jumlah TPS yang di PSU dan keharusan mengevaluasi jajaran penyelenggara yang hingga saat ini tidak dilakukan,” katanya.
Selain itu, mereka meminta kepada Bawaslu Papua dalam amar putusan DKPP diperintahkan mengawasi pelaksanaan PSU untuk mengambil sikap tegas dan sekaligus merekomendasikan penundaan pelaksanaan PSU, karena proses yang dilakukan saat ini sangat tertutup dan penuh dengan kesewenang-wenangan.
Sementara itu, calon Bupati Jayapura nomor urut 5, Jansen Monim mengaku bingung lantaran PSU sudah dekat, namun pihaknya tidak mengetahuinya.
“Kita tahu di Papua beberapa kabupaten melakukan PSU, tapi mereka pelaksanaannya jelas. Sedangkan kita tidak jelas sampai hari ini, sehingga kami minta PSU ditunda saja, cari waktu yang tepat bisa bulan September atau Oktober saja, setelah kesibukan mereka selesai,” imbuhnya.

Ketiga Kandidat Bupati Kabupaten Jayapura foto bersama Wakapolres Jayapura, Kompol Iip Syarif Hidayat. SH di depan Mapolres Jayapura usai menyerahkan pernyataan sikap yang meminta agar penyelenggaraan PSU Kabupaten Jayapura dapat ditunda. foto : Abe Yurie – Papuasatu.com

Calon Bupati Jayapura nomor urut 1, Yanni menambahkan, jika hal itu merupakan kondisi riil yang dirasakan kandidat sejak putusan DKPP 8 Juni 2017. “Tidak sekalipun kami diundang dan diberitahu mekanisme dan kapan pelaksanaan PSU yang akan digelar. Ini sesuatu yang aneh, tidak transparan dan tertutup,” katanya.
Jika demikian, kata Yanni, hal itu bisa berpotensi lagi terjadi pelanggaran yang tertutup kemungkinan terjadi pelanggaran yang lebih besar lagi dibandingkan sebelumnya.
“Kami tidak mau ini terjadi dan menciderai demokrasi. Kami semua menegakkan demokrasi seadil-adilnya untuk semua pasangan,” katanya.

Ditambahkan, jika hal itu terjadi lagi, maka akan merugikan masyarakat, keuangan negara, pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Jayapura.

“Pada 26 Juli ada PSU di Yapen, kalau melihat tahapan itu. Jika melihat tahapannya, sampai tanggal 6 Agustus itu pengumuman, kemudian dua hari kemudian ada PSU di Jayapura pada 9 Agustus. Hanya selang dua hari, bagaimana persiapannya?,” imbuhnya. [Nius]