Marinus Yaung. Foto : Facebook
JAYAPURA, PapuaSatu.com – Ditundanya pleno penetapan pasangan calon Gubenur dan Wakil Gubernur Papua dalam dalam Pleno Penetapan yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua hingga pukul 23.00 WIT malam ini menurut pemerhati politik Papua, Marinus Yaung hal itu sah-sah saja.
“Itu sah-sah saja, karena saya pikir KPU tetap mengacu pada aturan hukum yang ada. Jadwal itukan terakhir pada pukul 24.00 WIT. Dari jam itulah KPU bisa mengambil keputusan, entah itu mau dilanjutkann atau tidak” kata Marinus kepada PapuaSatu.com, Senin (12/02/2018).
Marinus meminta kepada seluruh anggota dan Komsioner KPU Papua untuk tetap bekerja sesuai asas kepastian hukum dan menghimbau agar KPU tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis dari kandidat maupun pendukungnya.
“ jadi ketika KPU ragu-ragu dalam mengambil keputusan maka akan dibaca oleh publik bahwa ini KPU mulai tidak netral dan tidak professional. Nah hal itu yang tidak boleh,” ujarnya.
Untuk membuktikan KPU Papua bekerja professional, Marinusmeminta agar KPU dapat memutuskan hari ini karena hari terakhir penetapan kedua pasangan calon sesuai jadwal tahapan nasional.
Diungkapkannya beberapa waktu lalu dirinya pernah menghimbau kepada Ketua KPU Papua, Adam Arisoy dihadapan Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar di Auditorium Uncen untuk tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
“ kalau memang hari ini harus diputuskan kedua pasangan calon tidak memenuhi syarat dan dinyatakan hukum demi hukum maka lakukanlah dan memberikan kesempatan pada partai politik untuk membuka pendaftaran ulang mengikuti tahapan Pilkada serentak yang akan dilakukan tahun 2019” tukasnya.
Dengan begitu, lanjut ddia, bisa menjadi suatu pembelajaran hukum dan politik bagi DPR-P dan MRP bahwa aturan hukum ini tidak bisa ditawar.
“ KPU harus bekerja sesuai asas kepastian hukum dan harus tetap mengacu pada tahapan pemilu yang sudah berjalan,” tambahnya.
Untuk itu, Lanjut Marinus, KPU tidak perlu takut jika sudah bekerja sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Keputusan yang diberikan bisa menjadi pembelajaran politik untuk Pansus Pilgub DPR-P bahwa untuk melakukan sesuatu harus dikalkulasikan dengan baik cost politiknya.
Sebab menurutnya, apa yang telah dilakukan oleh Pansus Pilgub DPR-Papua, tentu akan merugikan calon incumbent dan menurutnya jika ini ditunda hingga pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2019 maka kemungkinan besar pasangan calon juga akan berubah.
Lebih lanjut disampaikan Marinus, jika Pelaksana Tugas Gubenur yang di tunjuk oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) masuk dan melaksanakan tugas Pemerintahan di Papua pada tanggal 09 April mendatang, maka kekuasaan politik dipegang penuh .
Namun secara otomatis, bisa memberikan ruang atau jalan lebar kepada penegakan hukum, dalam hal ini KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terhadap kedua kandidat tersebut. “saya harus jujur katakan bahwa kedua kandidat ini terindikasi punya persoalan hukum,” katnaya.
Oleh karena itu jangan sampai ketika pelaksana tugas masuk ke Papua lalu ada penegakan hukum yang menyasar kepada kedua pasangan ini. “ itu akan membuat peta politik berubah total dan bisa saja akan ada kandidat lain lagi yang muncul untuk mengisi kekosongan peserta pilgub Papua 2019,” terangnya. [abe]